RADARSEMARANG.COM – Distorsi Akustik merupakan salah band eksis di Kota Semarang. Menariknya, band ini getol mengkampanyekan menjaga dan melestarikan alam lewat musik. Terakhir, single berjudul Untukmu Para Manusia dirilis tepat dengan perayaan Hari Bumi 22 April 202.
Lagu berkisah bagaimana manusia harus menjaga dan melestarikan Alam Semesta. Dan juga sesama manusia. “Jika tidak, karma tak segan-segan untuk mendatangi kita,” ungkap Vokal dan Synth Distorsi Akustik, Viko Yudha Prasetya kepada RADARSEMARANG.COM.
Ia menambahkan, Distorsi Akustik sudah merilis sejumlah mini Album. Masing-masing berjudul Pu7i Utomo 2015 dan PUAN 2019, dan Album Single Tuhan Baru Bernama Gadget 2017.
Terkait Pu7i Utomo, merupakan album perdana Distorsi Akustik. Pu7i Utomo awalnya hanya diberi tajuk self-titled saja. Hampir semua lagu ia yang menulis. Diambil dari kumpulan puisi, beberapa esai, ide cerpen dan novelnya yang mandeg. “Beberapa materi bahkan sudah terekam di sebuah studio Semarang,” ujarnya.
Namun, karena studio sudah tidak lagi bergiat, akhirnya ia dan kawan-kawan harus mengulang rekaman dari awal. Perubahan judul album yang awalnya disepakati hanya self-titled, harus bergeser karena salah satu personil meninggal dunia saat pengerjaan album di tahun 2014.
“Album Pu7i Utomo kami sepakati judul tersebut, untuk kami dedikasikan kepada almarhum. Pu7i Utomo sendiri adalah nama dari personil kami yang telah berpulang, pun bagi kami berarti memuji Tuhan Semesta Alam,” katanya.
Distorsi Akustik memiliki lima personel. Hersan Dipta Putra (Gitar), Bahar Syafi’i (Gitar), Taufik Adi (Bass), Ragil Pamungkas (Drum) dan Viko Yudha Prasetya (Vokal dan Synth). Band ini tidak pernah berniat alay khas anak muda 90an yang selalu menambahkan alfanumerik, di albumnya. Angka 7 (pitu) sendiri secara filosofi adalah lamanya penciptaan dunia, jumlah cakra dalam setiap tubuh manusia dan filsafat lokal tentang jumlah hari dalam sepekan. “Pitu dalam falsafah jawa berarti pitutur, pituwas, pituhu, pituduh, pitungan, pituna dan pitulungan,” terangnya.
Album Pu7i Utomo dalam tiap urutan track merupakan rentetan cerita panjang perjalanan hidup. Mulai proses penciptaan, pencarian jati diri, persengketaan, pergumulan hidup sampai akhirnya berpulang.
“Album dibuka dengan komposisi musik puisi “Genesis 2 : 3″ ditutup dengan Mesin Pemahat Waktu, yang saya (viko) tulis untuk mengenang orang² yang begitu saya cintai dan telah berpulang. Sebuah interpretasi dari awal dan akhir,” ujarnya.
Distorsi Akustik terbentuk tahun 2007. Berawal dari Festival Band. Kemudian temannya Bella Arentha yang menginisiasi terbentuknya Left Wing, demi keikutsertaan dalam Festival Band. Sayang Left Wing gagal lolos sebagai salah satu perwakilan Jawa Tengah. Setelah Festival, hanya fokus rekaman dan hampir tidak pernah perform. “Dua tahun kemudian kami sepakat mengubah nama Left Wing menjadi Distorsi Akustik. Dengan beberapa pergantian personil,” tambahnya.
Distorsi Akustik, telah melalang buana tampil di atas panggung. Terakhir pentas di gelaran pesta perayaan rilisnya Album Kompilasi Sepak Mula yang diinisiasi oleh Sound Of Revolution 2021. Kolektif yang merupakan representasi dari penggila sepak bola dan PSIS Semarang. Bulan Mei 2022 didapuk salah satu grup musik pengisi Panser Biru Fest. “Kami juga pernah menjadi opening act SO7, Raisa, Tipe X, Almarhum Didi Kempot sampai The Rain dan beberapa yang lain,” katanya.
Viko mengakui gelombang musisi muda pergerakannya relatif masif. Salah satunya yang menjadi sorotan saya adalah Kolektif Gemuruh, Tongkrongan Angkringan West dan masih banyak yang lainya. Rencananya ke depan bakal merilis album pendek ketiga. “Itu sebagai pamungkas trilogi mini album Pu7i Utomo & Puan sebagai representasi Tuhan, Manusia dan Semesta. Untuk judul album masih kami rahasiakan,” tambahnya. (mha/fth)