RADARSEMARANG.COM – Duatiega adalah wujud transformasi Happy Summer. Sebuah band indie yang pernah besar sebelumnya, di Magelang. Pun dengan aliran musiknya yang ikut berubah. Semula pop punk, sekarang elektronik rock.
Jalan yang dipilih ini merupakan representasi dari kedewasaan bermusik mantan personel, dan additional player Happy Summer. Feri Fasa Renno (vokalis), Ragil Genna Alfian (gitar), Ziljian Neigoro (bass), Ayomi Arupadhatu (synthesizer), dan Adi Surya Pamungkas (drum).
Tapi soal keberanian mereka keluar dari masa lalu itu patut dipuji. Karya Duatiega memang lebih segar. Elemen musik elektronik lebih dominan. Diracik dengan komposisi musik lain. Membuatnya easy listening. Tapi mengapa harus berganti nama? Feri Fasa Renno antusias menjawab. “Dulu namanya pakai happy, tapi lagunya sedih-sedih, hahaha,” celoteh Feri yang mengundang gelak tawa itu.
Sejatinya, mereka merasa satu frekuensi saat membahas materi musik elektronik rock. Inilah yang melatarbelakangi Duatiega terbentuk pada Februari 2019. Lagi pula, referensi musik mereka terus bertambah. Feri ingin mengeksplorasi kemampuannya. Personel lainnya pun merasakan sama. Muaranya kompak, dan tumbuh bersama. Feri kejatah menulis lirik, aransemen digarap para pemusik Duatiega.
“Sekarang kita lebih teliti dalam membuat karya, memperhatikan sound, lirik atau isi lagunya, dan sebagainya,” ucapnya. Dia mencoba mengangkat kehidupan sosial dalam tiap lirik yang ditulisnya. Tak terbatas hanya soal cinta. Seperti dalam karyanya Bertumbuh Liar. Menceritakan kegelisahan seseorang menatap masa depan. Melewati banyak hal tanpa arah, merasakan realita yang tak seindah ekspektasi. Sampai berhasil menemukan jalan.
Ia harap, karya Duatiega diterima. Bisa eksis bermusik di second city. Dan lagu-lagunya mampu mendapat penggemar di platform musik. Duatiega juga telah menyelesaikan produksi sebelas lagu. Tapi masih enggan merilis albumnya, karena alasan pandemi.
Ragil Genna Alfian akui bahwa warna musik Duatiega cukup menantang. Ia seorang penyuka musik cadas, seperti hardcore. Tapi bersama Duatiega, instrumen gitar tidak boleh menguasai ruang. Ia harus pandai berbagi.“Aku juga lebih ngerem ego, supaya nggak terlalu dominan di instrumen yang pernah dimainkan,” tandasnya. (put/lis)