RADARSEMARANG.COM – Loca Polka, band indie asal Magelang punya roh kuat dari sosok basis perempuan, Nuri Hapsari. Dia sekaligus pencipta lagu dari grup yang mengusung aliran musik pop itu.
Nuri mengumpulkan materi-materi segar. Mengisahkan tentang kehidupan. Dia sampaikan dalam lirik bahasa Inggris yang ringan. Tak banyak diksi. Bahan lagu inilah berhasil diterjemahkan oleh personel lainnya. Mikael Yudi Priamuda (gitaris), Christian Agung alias Kinjek (gitar), dan Ginanjar Wahyu Aji alias Gambut (drum). Sampai lahirlah karya-karya yang renyah, dan bernyawa. Kental dengan nuansa musik pop era 90-an dan 2000-an.
Namun band ini sempat cedera. Setelah Yudi memilih keluar. Saat ini tersisa tiga formasi. “Kita belum kepikiran menambah personel, mungkin butuh additional player saja,” kata Nuri.
Di Oishi Pan and Coffeeville Brewery, Nuri banyak bercerita awal berjuang bersama Loka Polka. Dia termasuk pendiri bersama Yudi, di tahun 2017 silam. Hanya berdua.
Bermula dari kerinduan nge-band setelah mereka merasa tak sejalan lagi dengan band masing-masing sebelumnya. Nuri dan Yudi berdiskusi. Sepakat membentuk band. Iseng menamai Loka Polka.
“Filosofi namanya nggak ada mbak, hehehe,” aku Nuri sambil menikmati kopinya. Saat itu, Agung dan Wahyu masih berstatus additional player Loka Polka. Di tahun yang sama itu, singel pertama berjudul The Sun May Know dirilis. Disusul lagu kedua Surrender pada 2018.
Kerja keras Loca Polka pun tak berhenti. Eksistensinya terbukti dengan peluncuran debut mini album bertajuk Cruel Pleasure pada 25 Desember 2019, di platform digital. Meliputi itunes, Google Play, Spotifi, Deezer, Amazon, dan Bandcamp.
Pada kemasan extended play (EP) itu, terdapat dua tambahan lagu baru. Weekend Love dan Too Fool to be Loved. “Materinya masih soal isu sehari-hari, ada cinta, ada pertemanan. Bahwa ternyata hal-hal yang menyakitkan pun bisa juga dinikmati,” imbuh Nuri.
Sang drumer, Ginanjar Wahyu Aji sedikit menyambung obrolan. Ia masih tak menyangka Loca Polka mendapat sambutan hangat dari penikmat musik Indonesia. Dia juga mengaku punya banyak pendengar dari luar negeri. Hal itu terlihat dari hasil penjualan EP melalui Bandcamp.
“Kita sebenarnya masih nggak menyangka, musik kita dinikmati orang-orang di luar jangkauan kita,” ujar Wahyu menunjukkan ekspresi heran.
Hal demikian dirasakan juga oleh Nuri. Ke depan, ia harap bisa memberikan karya yang lebih baik. Loca Polka akan terus berbenah diri seiring dengan proses pendewasaan bermusik.
Bagi dia, bermusik saat ini tidak boleh dilewatkan begitu saja. Dulu, sebagian besar masyarakat hanya mencintai musik-musik cadas. Sekarang lebih beragam. Ini kesempatan emas untuk terus tumbuh, dan berkarya. “Sesuatu ini sudah kita bangun, kalau nggak diopeni kok sayang,” ucapnya.
Selain nge-jam bareng, personel Loca Polka punya agenda rutin lain. Nongkrong dan sepedaan. Aktivitas ini sebagai perekat antarpersonel. “Penyakit grup band itu biasanya habis rilis album terus ngilang. Hahaha. Di kita mudah-mudahan nggak gitu. Karena kita jaga komunikasi, saling tukar referensi,” ungkap Nuri.
Wahyu punya harapan sama. Ia tidak ingin Loca Polka bubar. Syukur-syukur sampai para personelnya berkeluarga, bandnya masih jalan. “Itu komitmen kami sebenarnya. Hahaha,” tutur pria 29 tahun itu. Dalam waktu dekat, Loca Polka punya target merilis lagu baru. Dan kebelet manggung seperti sebelum pandemi.
Diketahui, Loca Polka punya banyak catatan mewarnai belantika musik Tanah Air. Mereka pernah tampil di panggung festival musik terbesar di Indonesia, Soundrenaline. Berkesempatan pula menjadi band pembuka konser The Adams. (put/lis)