RADARSEMARANG.COM – Euforia musik underground di tanah air saat ini tengah ramai-ramainya. Band-band lawas dari genre tersebut kini seolah mengambil alih perhatian kaum muda. Kondisi tersebut juga terjadi di Kota Semarang.
Beberapa band yang sudah berdiri sejak tahun 90-an kembali muncul di permukaan karena ingin menunjukkan eksistensi mereka di belantika musik extreme tersebut. Salah satunya yakni band asal kota Lunpia, Syndrome. Band death metal yang digawangi Wowod (gitar), Res Imam (gitar), Henky (drum), Hakeem (bas) dan Lutfi Debronzes (vokal) ini sudah malang melintang di Jawa Tengah sejak 1994 silam. Frontman dan juga vokalis band tersebut, Lutfi Debronzes menjelaskan, pada awalnya grup musik keras tersebut hanya meng-cover lagu-lagu luar negeri bergenre sama. Seperti Napalm Death, Sepultura, Massacre dan Obituary.
“Awalnya iseng ngover lagu-lagu kesukaan saja, dan akhirnya terjadi kemistri kemudian kita bentuk formasi Syndrome,” kata Lutfi, kemarin.
Mereka kemudian memproklamirkan berdirinya band di Kota Semarang. Saat itu memang musik metal belum begitu boom seperti sekarang ini. Kalangan pencinta musik metal masih sangat terbatas.
Kala itu scene musik di tanah ai,r khususnya di Kota Semarang, masih didominasi glam rock dan pop rock. Praktis, jarang yang melirik genre death metal yang mereka bawakan. “Suara grouwl, scream, dan distorsi gitar yang kental serta drum yang penuh teknik memang kala itu pecinta jenis musik tersebut sangat sedikit,” katanya.
Kemunculan 3 track lagu mereka malang melintang di Jawa dan Bali sampai 1997. “Akhir 1997 adalah masa gelap dari band, kita hanya menon-aktifkan band untuk ketiadaan dan kontemplasi sampai waktu yang tidak diketahui karena menemukan kejenuhan,” tuturnya.
Dari perjalanan sampai 1997 tersebut bisa dibilang, mereka merupakan salahs atu band pionir aliran death metal di Kota Semarang. Meski kala itu vakum, gerakan mereka dalam mengenalkan genre metal kepada kaum muda di Kota Semarang dan sekitarnya terus dilakukan. Membuat kelompok-kelompok tongkrongan dengan anak-anak muda kala itu. Sembari mengedukasi bagaimana cara menikmati musik metal. Upaya mereka membuahkan hasil. Hingga pada awal 2003, genre death metal mulai mendapat panggung di Kota Semarang.
Band-band metal baru mulai bermunculan. Dari situlah mereka kembali mengaktifkan band. Bahkan di tahun tersebut mereka memutuskan untuk membuat album bertajuk ‘self-titled’. Dengan track andalan berjudul ‘Mental of Backstabber’. Dimana dalam penggarapan album tersebut mereka dibantu oleh salahsatu seniman yang namanya sudah tidak asing di Kota Semarang, Rudy Murdock.
Pada akhirnya di Agustus 2005 mereka merilis album self-titled. Setelah merilis album debutnya, Syndrome memulai tur promo di Jawa Tengah, Jakarta, Bali, dan bergabunglah Nopex (gitar) Radical Corps untuk memperkuat band ini. Syndrome ‘self titled’ merilis hanya 1000 copy dan terjual.
Salah satu prestasi yang membawa namanya dikenal oleh pemuja musik metal se Indonesia kala mereka masuk di album Metalik Klinik #9 pada 2006. Sebuah album musik underground yang juga didalamnya ada nama-nama band-band metal yang kini kerap menghiasi layar kaca. Album tersebut diproduksi oleh Musica Record.
Tiga tahun setelahnya, tepatnya Januari 2009 mereka kembali untuk merekam materi lagu baru untuk album ke dua yaitu Claymante XIII, Anatomy of Melancholy, Gutsteroid. Lagu-lagi tersebut berbahasa inggris. Akhir 2015 Syndrome menandatangani kesepakatan dengan Budi Laksono dari Hitam Kelam Records untuk merilis ulang album debutnya dengan total remastered dan kemasan yang baru yang rilis pada 2017 bertajuk ‘Reloaded’.
Tidak berhenti di situ, pada April 2018 Syndrome merilis EP album bertajuk ‘Claymante XIII’ di bawah bendera Histrionic Records. Rilisan ini hanya berisi 3 tracks yang direkam di Strato Studio plus 1 dari band Led Zeppelin berjudul ‘Immigrant Song’ yang direkam di Iwod Creative Lab. (ewb/ton)