RADARSEMARANG.COM – Sejak lama, Sukindro tertarik pada rumah kuno. Ketertarikan itu bermula pada keprihatiannya melihat model rumah Jawa kuno yang sudah banyak ditinggalkan masyarakat. Diganti dengan model rumah yang lebih modern.
Pada 2009, Plt Kasubag Dokumentasi Pimpian pada Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemkab Magelang ini lantas membeli rumah Jawa sederhana. Ukurannya 10 m x 10 m. Lokasinya di Dusun Ngroto, Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Mulanya rumah itu masih berupa rumah gedek dengan gebyok warna putih. Dia lantas melakukan renovasi. Gebyok putih diganti dengan gebyok jati berwarna cokelat. Dia datangkan dari daerah asalnya, yakni Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Jogjakarta.
Kindro, sapaannya, juga mengganti sisi kanan kiri rumah dengan tembok batu bata tanpa polesan semen. Sementara ubin, dia menggunakan ubin plester.
Mempertahankan konsep zaman dulu, Kindro tidak memasang plafon di rumahnya. Dia juga menggunakan genteng transparan di beberapa titik. Praktis ketika siang hari, sinar matahari bisa menerobos masuk. “Ini yang genteng bagian depan masih pakai usuk bambu. Aslinya begitu, tapi banyak yang saya ganti dengan kayu,” ujar Kindro ketika ditemui RADARSEMARANG.COM di rumahnya Sabtu (29/5/2021) siang.
Menggunakan gebyok, pintu rumah Kindro tak sampai dua meter. Pendek. Dia lantas mengatakan, konsep itu sesuai filosofi orang Jawa. “Jadi kalau masuk rumah orang kan bakal nunduk, menaruh rasa hormat pada tuan rumah,” kata dia sembari memberi contoh masuk rumah.
Tak hanya mendesain rumah dengan gaya kuno, Kindro juga mengisi rumah dengan perabot antik. Mulai dari meja, kursi, tempat tidur, lemari, hingga gelas dan teko. Perabot yang paling tua adalah tempat tidur. Saking tuanya, Kindro tidak hafal sudah turun temurun berapa kali dari sang simbah. “Itu nggak pakai kayu. Jadi cuma dirakit. Selain tempat tidur, ada lemari kayu jati tahun 1956,” ucapnya.
Perabot-perabot kuno itu masih difungsikan. Lemari masih dipakai untuk menyimpan pakaian. Tempat tidur juga tidak hanya sebagai pajangan. Begitu pula dengan meja dan kursi kuno yang berjejer di ruang tamu dan teras. Semua tampak antik. Apalagi dilengkapi sajian dengan toples kaca kuno.
Untuk mempertahankan kealamian, Kindro pun tidak menggunakan pelitur untuk membuat perabot rumahnya mengkilap. Dia justru ingin memperlihatkan keaslian kayu jati tanpa polesan. “Saya nggak suka yang mengkilap. Dulu pernah saya pakai campuran teh, kopi, gambir, kecap, pokoknya yang warna cokelat hitam. Saya jadikan satu, saya aduk di kaleng. Saya bikin kotor kursi pakai campuran itu,” ujar Kindro.
“Saya ingin yang natural. Lebih suka yang tampak kotor seperti ini,” tambahnya. Dia menunjukkan penyangga tangan pada pinggiran kursi panjang di teras.
Untuk menghias rumah, pria kelahiran 1966 ini memasang ornamen-ornamen jadul, seperti lampu teplok, salang (tempat penyimpanan makanan zaman dulu), hingga kain jarik. Di teras, Kindro juga memajang sepeda ontel dan caping petani. Malah katanya, masih ada beberapa perabot yang belum dipajang karena belum ada tempat.“Saya suka rumah kuno seperti ini. Rasanya lebih adem ketimbang rumah gedung masa kini,” tuturnya. (rhy/ton)