28 C
Semarang
Monday, 16 June 2025

Pedagang Keluhkan Minyak Goreng Dibundling Mi

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Keluarnya aturan Permendag No 11 Tahun 2022 tentang distribusi dan penjualan minyak goreng, membuat harga minyak goreng (migor) kemasan kembali dijual dengan harga normal sesuai pasar.

Dampaknya, harga melambung, sementara stok masih terbatas. Tak hanya itu, pedagang tradisional dipaksa membeli minyak goreng yang dibundling produk lain alias penjualan paket. Ada paket mi kuning, garam, blue band, hingga sabun.

Hal itu tentu memberatkan pihak pedagang pasar. Seperti yang dikeluhkan Parti, 61. Mau tidak mau dirinya harus membeli migor paketan. Jika tidak, maka pihak sales tidak akan menjual migor kepada Parti.

“Mau beli migor harus ada embel-embelnya. Tentu ini sangat memberatkan,” keluhnya saat ditemui RADARSEMARANG.COM di Pasar Mrican, Semarang, Jumat (18/3).

Biasanya, kata dia, sales menawarkan satu karton migor dengan syarat membeli produk lain. Harga migor yang didapatkannya bisa Rp 13.000 bersama dengan tiga kotak mi kuning. Padahal harga setiap kotak mi kuning Rp 26.000. Bukannya untung, tapi malah buntung. “Sama sajalah, mi tidak laku sampai seminggu ini. Saya suruh orang bawa daripada di sini remuk dan nyesakki,”ucapnya.

Ia juga mengeluhkan pelanggan yang gersah lantaran migor semakin tak karuan. Sebelumnya, harga murah, namun stoknya dibatasi. Sekarang, menurutnya, lebih menyusahkan lagi. Sudah mahal, stoknya juga belum sebanyak seperti ritel modern. “Tetap ada pembeli. Meski mengeluh, tapi mereka kan juga butuh. Di sini juga jarang ada subsidi,” tandasnya.

Parti memaparkan, usai harga migor meroket, pelanggan hanya membeli setengah dari biasanya. Yang semula dua kilogram hanya membeli satu kilogram. Bahkan beberapa orang juga mengurungkan niat beli migor. Saat ini pun ia hanya mempunyai 3 liter minyak curah. Harganya dibanderol Rp 20.000 per liter. Padahal semula hanya kisaran Rp 12.000 – Rp 13.000.

Keluhan senada diungkapkan Yani, pedagang Pasar Peterongan. Ia mengatakan, meski harga mahal, stoknya masih terbatas. Saat wartawan koran ini datang ke kiosnya, tidak ada satupun minyak goreng yang terpampang. Terlihat pula di kios lain hanya ada tiga buah minyak goreng kemasan. Ukuran satu liter dijual Rp 24.000, sedangkan 2 liter dijual Rp 48.000. Sedangkan di kios lainnya terlihat kosong. “Kita ingin barangnya tersedia normal, juga tidak terlalu mahal,” harapnya.

Dirinya sempat geram atas pencabutan HET yang ditetapkan oleh pemerintah. Dulu mahal karena langka, sekarang justru lebih mahal padahal sudah tidak langka lagi. Kendati demikian, di pasar tradisional stok masih kurang memenuhi permintaan masyarakat. Bahkan ia sempat merelakan kebutuhan migor sendiri untuk dibeli orang lain.”Info terbaru itu sudah ada patokan harga. Ada yang 1 liter sampai Rp 27.000, dan yang 2 liter Rp 54.000,” katanya.

Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang Nurkholis mengatakansejak berlakunya aturan baru dari Pemerintah Pusat, kegiatan operasi pasar (OP) minyak goreng dihentikan, dan tidak lagi ada minyak goreng kemasan yang disubsidi ataupun dijual dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).

“Harganya menyesuaikan pasar, saat ini mencapai Rp 18.000 per liter sampai Rp 20.000 lebih. Sebelumnya, ada subsidi, sehingga minyak goreng kemasan dijual dengan harga Rp14.000 per liter agar tidak terjadi kelangkaan,” katanya, Jumat (18/3).

Dengan keluarnya peraturan dari Pemerintah Pusat, kata dia, OP akan dihentikan dan distribusinya kembali berjalan sesuai pasar. Ia pun menegaskan jika  stok minyak goreng kemasan hingga sekarang masih tetap ada. Namun masih menunggu mekanisme pendistribusian dari agen atau distributor.

”Hanya saja, Permendag ini masih memberlakukan penjualan HET untuk minyak goreng curah. Patokan HET-nya, minyak curah dijual dengan harga Rp 14.000 per liter atau Rp15.000 per kg,” terang dia

Sebelumnya, Kepala Bidang Pengembangan Perdagangan dan Stabilitas Harga Dinas Perdagangan Kota Semarang Sugeng Dilianto menjelaskan, jika pemkot sebelumnya memfasilitasi Kementerian Perdagangan menunjuk distributor untuk mendistribusikan minyak goreng ke agen-agen di pasar tradisional dengan harga murah. Namun karena adanya kebijakan pencabutan HET, akhirnya OP dengan harga murah ini dihentikan sementara sambil menunggu kebijakan Pemerintah Pusat terkait harga minyak untuk OP lanjutan.

“Kita sebenarnya sudah merencanakan OP hampir 50 ton, dan disebar di enam pasar hampir 5 ribu liter. Tapi dibatalkan dan menunggu kebijakan lanjutan,” tuturnya.

Pria yang akrab disapa Dili ini menegaskan, tidak ada kelangkaan minyak goreng di Kota Lunpia. Kelangkaan, kata dia, terjadi pada minyak gorang dengan harga murah, sedangkan yang ada di pasaran ataupun swalayan mencapai Rp 20.000 lebih. “Stok di Semarang tidak ada persoalan, aman. Cuma, harganya yang murah sudah langka, tidak ada,” katanya. (cr3/den/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya