28.5 C
Semarang
Saturday, 11 October 2025

Pencabutan HET Migor Beratkan Masyarakat

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Semarang – Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jateng Abdun Mufid menyayangkan kebijakan pemerintah mencabut subdisi minyak goreng (migor). Setelah sebelumnya berupaya menahan kenaikan harga dengan penerapan harga eceran tertinggi (HET) dan melakukan operasi pasar.

Saat ini, harga migor kembali meroket. Bahkan di atas Rp 20.000/liter untuk minyak goreng kemasan. Sedangkan untuk curah walaupun ditahan, tetap dengan harga yang lebih tinggi dari HET. Hal ini sangat memberatkan masyarakat.

“Masyarakat masih banyak yang belum bangkit ekonominya dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19. Termasuk para pelaku usaha UKM pangan yang kesulitan dengan melesatnya biaya produksi,” ujarnya pada RADARSEMARANG.COM Kamis (17/3).

Kebijakan melepas HET ini, dugaannya, tidak lepas dari kesepakatan antara pemerintah dengan pelaku usaha. Pilihannya mungkin memilih antara supply terjamin atau HET. Tampaknya, yang dipilih adalah supply yang terjamin. “Jika supply yang tidak terjamin risiko sosial ekonominya lebih parah. Apalagi menjelang Ramadan dan Idul Fitri,” katanya.

Jika kembali ke HET, akan diperkirakan sulit. Sebab, permasalahan yang terjadi begitu kompleks dari hulu ke hilir. “Tampaknya pemerintah belum berhasil membuat kebijakan yang win-win solution. Harga dilepas ke mekanisme pasar karena alasan keekonomian. Namun pemerintah lupa menghitung ability to pay atau daya beli masyarakat,” kritiknya.

Terkait dugaan kesengajaan, ia mengaku belum bisa menyimpulkan demikian. Tampaknya, kata Abdun, selama penerapan kebijakan satu harga dan menggunakan HET yang dilakukan, stok migor seperti hilang dan langka di pasar, baik tradisional ataupun modern. Dengan harga yang tinggi dan berfluktuasi, serta adanya disparitas yang lumayan antara curah dan kemasan ini, memungkinkan adanya spekulasi dengan penimbunan ataupun mungkin repacking ilegal.

“Jangan-jangan kemarin masih tertahan di distributor atau industrinya karena takut merugi atau tidak mendapatkan keuntungan. Pemerintah harusnya berani terbuka menyampaikan kepada publik apa yang sebenarnya terjadi,” tegasya.

Oleh karenanya, satgas diharapkan semakin intensif melakukan pengawasan. Masyarakat juga dapat membantu ketika menemukan aktivitas yang mencurigakan terkait distribusi minyak goreng.

“Mudah mudahan Ramadan dan Idul Fitri tidak ada double effect, dimana harga minyak naik, terdorong naik lagi karena tren kenaikan musiman ketika Ramadan dan menjelang Idul Fitri,” harapnya.

Salah satu warga Simongan, Kecamatan Semarang Barat Umi Ulza mengatakan, kebijakan ini membuat masyarakat terkejut dan bimbang. Sebagai penjual gorengan, ia cukup kelimpungan karena harga migor ngalor ngidul. “Kemarin harga murah barangnya langka. Sekarang barang banyak, harganya gila. Padahal baru mau bangkit ini,” katanya.

Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk cepat mengambil tindakan agar harga dan distribusi minyak goreng benar-benar terkendali. Menurutnya, Kemendag memegang kunci sehingga permasalahan minyak goreng bisa cepat diurai.

“Saya kira leader-nya, leading sector-nya itu musti Kementerian Perdagangan. Karena dari tangan kementerian perdaganganlah sebenarnya ini bisa diurai dengan cepat,” kata Ganjar di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kamis (17/3). (ifa/ida)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya