RADARSEMARANG.COM – Kendati sektor perekonomian terguncang akibat pandemi Covid-19, bukan berarti para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mati. Mereka tetap berusaha untuk bertahan. Bahkan sanggup menyasar pangsa pasar ekspor.
Adalah Identix Coffee. Di tengah pandemi Covid-19, justru menyasar pasar ekpsor seperti Amerika, hingga Timur Tengah. September lalu, Identix Coffee menjadi wakil dari Jawa Tengah (Jateng) dalam ajang Speciality Coffee Expo di New Orlands Amerika Serikat.
“Pemeran kemarin, Identix diajak Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementrian Pertanian dan lainya untuk menjajal pasar ekspor dengan memamerkan produk kopinya,” kata Irma Susanti, CEO PT Identix Pratama Indonesia kepada RADARSEMARANG.COM.
Irma begitu ia disapa menceritakan, dalam pameran tersebut hanya ada beberapa produsen kopi yang ikut dari Indonesia. Memang sebelum terpilih, harus melalui proses kurasi yang ketat dari pihak kementerian. Berkat kualitas produk yang baik pulalah, ia berhasil menjadi wakil dari Jateng.
“Sebelumnya kami dikurasi dulu. Ada berbagai macam kebun kopi dan brand yang ikut. Alhamdulillah, lolos dan berkesempatan ikut pameran. Ada juga dari Indonesia kopi Toraja yang ikut pameran kemarin,” tambahnya.
Dalam pameran tersebut, tidak serta merta menjual kopi asal Indonesia. Namun lebih ke bisnis to bisnis. Artinya hanya ada sampling kopi yang dipamerkan, sehingga buyer-lah yang memilih kopi mana yang akan didatangkan. Selain dari Indonesia, pesaing juga berasal dari negara lain yang juga produsen kopi.
“Market luar negeri sebenarnya sangat luas. Namun catatannya adalah kita harus bisa mempertahankan kualitas ketika ikut pameran dan setelah mendapatkan pasar,” tuturnya.
Menurut dia, untuk pasar luar negeri lebih memilih ke kopi jenis Arabica yang memiliki rasa sedikit asam. Rasa kopi yang diminta pasar luar negeri pun tidak mudah, harus melalui tahapan kurasi. Mulai dari biji kopi yang harus sempurna alias tidak cacat. “Ketika panen, tingkat kematangan buahnya harus sama. Biji kopi juga harus utuh, apalagi market di sana lebih memilih yang green bean Arabica,” tuturnya.
Irma mengaku, awal mula terjun ke bisnis kopi karena memiliki saudara petani kopi di daerah Temanggung. Mayoritas kopi yang dipanen kerap hanya dijual ke tengkulak dengan harga murah. Dirinya pun terpanggil untuk mengangkat kopi asal Temangggung yakni Robusta dan Arabica. Sekaligus membantu petani kopi mendapatkan harga jual yang sepadan.
“Untuk biji kopi yang layak ekspor, petani harus mengeluarkan tenaga ekstra. Misalnya mulai dari perawatan dan harus menggunakan pupuk organik. Dari sini saya tergerak memasarkan produk petani ke tingkat yang lebih baik,” ujar wanita yang juga pengusaha batik tulis ini.
Identix Coffee, kata Irma, baru ia buat pada tahun 2018 lalu setelah mengetahui kesulitan para petani. Akhirnya Irma mendaftarkan brand-nya ke Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dan berhasil mengantongi izin PIRT yang menjadi syarat wajib pelaku UMKM.
“Awalnya dulu saya pasarkan lokalan saja ke klien batik. Lalu saya kembangkan jadi supplier beberapa coffee shop. Alhamdulillah ada sekitar 15 coffee shop ternama yang memakai produk kami,” katanya.
Baginya ekonomi kerakyatan melalui pemberdayaan masyarakat harus dilakukan agar bisa bangkit dari pandemi Covid-19. Irma juga menerima reseller dan drop shipper dari berbagai daerah untuk mereka yang ingin belajar berwirausaha. Iapun mempersilahkan jika produknya di-rebranding oleh para reseller-nya.
“Ada pelaku usaha yang melakukan branding sendiri atau jadi drop shipper. Mayoritas mereka mahasiswa. Yaya monggo saja, kami membuka kerjasama dengan siapapun. Karena memang bisnis ini berangkat dari membantu sesama,” jelasnya.
Terkait pemasaran, Irma lebih mengandalkan online, market place misalnya Shopee untuk memperluas pangsa pasar penjualan, maupun on the spot di rumah pribadinya di Gunungpati. Biji kopi dari para petani pun diolah sendiri di Temanggung dengan standar tinggi agar kualitasnya tidak berubah. Hal inilah yang bisa membuat bisnisnya bertahan di masa pandemi Covid-19, bahkan dilirik oleh pasar luar negeri.
“Setelah pameran kemarin, saat ini sudah proses ke pasar ekspor. Alhamdulillah ada pesanan dua kontainer bulan ini ke Los Angles dan Chicago. Kami sedang prepare untuk masuk kesana dengan rasa grade A seperti yang kami bawa saat pameran,” tuturnya.
Menurut Irma, market untuk ekspor biji kopi sangat sulit. Sehingga kesempatan tersebut ia manfaatkan dengan baik. Jika berhasil, tentu omzetnya ratusan juta bahkan miliaran bisa didapatkan. Kendalanya adalah biji kopi di Temanggung dipanen setahun sekali, sehingga harus ada stock dengan kualitas kopi yang mumpuni pula ketika sudah masuk ke pasar eskpor.
“Meskipun ada kebun sendiri, tapi saya juga berdayakan kelompok tani di Temanggung dengan standar Identix Coffee tentunya. Sebelumnya, kami hanya bisa memenuhi market lokal. Tapi kini kami memanfaatkan kesempatan eskpor,” bebernya.
Kopi yang diminati pasar ekspor adalah Robusta Lanang dan Arabica. Selain Amerika, peluang pasar datang dari Timur Tengah. Terkait perizinan dan lainnya, cukup dipermudah oleh pemerintah, termasuk dari Bea Cukai yang memberikan dukungan penuh terhadap UMKM.
“Sebelumnya saya sudah ekspor batik. Sebenarnya nggak ada yang sulit. Perizinan juga mudah. Yang susah adalah bagaimana kita bisa menjaga kualitas produk sendiri, termasuk packaging dan cara penyimpanan produk sebelum diterima oleh konsumen,” pungkasnya. (den/ida)