RADARSEMARANG.COM, Semarang – Gula pasir sebagai salah satu bahan sembako terus merangkai naik. Terhitung sejak 25 Februari masih berada pada harga Rp 14.500. Terakhir hingga 9 Maret 2020, menunjukan kenaikan yang sangat signifikan. Jika di pasar harga Rp 17.500/kg, namun di toko kelontong tembus Rp 18.000/kg.
Beberapa kenaikan terjadi di pasar tradisional, seperti di Pasar Bulu yang mencapai Rp 17.500. Pedagang sembako, Dodo mengaku tidak mempermasalahkan kenaikan harga gula yang tinggi. “Puncaknya baru kali ini yang tertinggi, Rp 17.500. Itu memang harga dari tengkulak dan agen sudah tinggi. Jadi saya tinggal beli dari agen sekian, ya saya jual sekian. Tetapi kadang ada konsumen yang komplain, biasanya Rp 13.500 sekarang jadi tinggi,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM, Minggu (8/3/2020).
Meski terus merangkak naik, ia tidak mempermasalahkan hal tersebut. “Ya selama itu ada barangnya, pembeli mampu beli, tidak masalah. Dari pembeli masih tetap mencari gula dan permintaannya masih tinggi. Kalau sudah tidak ada barang, kami yang repot,” imbuhnya.
Adapun harga gula pasir di beberapa pasar tradisional tak jauh berbeda. Di Pasar Peterongan, harga gula pasir naik Rp 17.000 dari harga sebelumnya Rp 12.000. Sementara, di Relokasi MAJT/Johar harga gula pasir dalam negeri adalah Rp 16.000 dari harga sebelumnya Rp 15.500. Namun sebaliknya, harga gula pasir di Pasar Karangayu terpantau masih tetap di Rp 16.500. Sama halnya juga di Pasar Gayamsari Rp 17.000 dari harga sebelumnya masih sama.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Perdagangan Kota Semarang Fravarta Sadman, mengatakan pihaknya selalu melakukan monitoring ke pasar. “Kami sudah berkoordinasi dengan Disperindag Jateng, dan hasil yang disampaikan, ketersediaan gula pasir di pasar masih aman dan mencukupi,” katanya.
Fravarta menambahkan, kenaikan harga disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya, dari distributor sendiri sudah naik menjadi Rp 15.000/kilogram. Harga tersebut dipatok karena stok di produsen kosong. Penyebabnya, faktor cuaca yang tidak menentu. “Tanaman tebu belum layak untuk dipanen dan musim giling masih menunggu sampai akhir Mei,” jelasnya.
Ia mengimbau, masyarakat tidak perlu khawatir akan kenaikan yang terjadi. Namun, apabila kenaikan terus terjadi, Pemkot Semarang akan menjalankan intruksi Permendag nomor 14 tahun 2000 tentang ketentuan impor gula.
“Isi ketentuannya yang diundangkan pada 18 Februari 2020 dan berlaku 30 hari kemudian. Bahwa aturan baru memperbolehkan swasta ikut mengimpor gula untuk stabilisasi harga di tingkat konsumen. Hal ini diharapkan lebih baik karena ketersediaannya lebih pasti. Ini akan menormalisasikan harga kembali,” pungkasnya. (avi/ida/bas)