RADARSEMARANG.COM, SISTEM pendidikan Indonesia mengalami perubahan signifikan. Terutama dalam penggunaan teknologi sebagai sarana pembelajaran secara daring. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pola belajar peserta didik. Baik dalam hal kedisiplinan dan tingkat kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diunggah oleh guru di kelas maya.
Disisi lain, tuntutan bagi pendidik yang mengharuskan menuntaskan tujuan pembelajaran pada kurikulum. Hal tersebut menyebabkan materi pelajaran yang diberikan menjadi tidak maksimal. Alhasil, peserta didik mengalami penurunan ketercapaian belajarnya.
Selain itu, minat dan motivasi belajar juga menurun. Sehingga menimbulkan rasa tidak peduli dengan pelajaran. Indikasinya, banyak siswa melamun saat pembelajaran berlangsung.
Parahnya, sampai ada yang tidak masuk kelas, karena merasa jenuh dan bosan. Beban pelajaran dan tugas yang banyak menyebabkan terganggunya perkembangan emosional dan kesehatan psikologisnya.
Itulah yang sekarang ini menjangkiti peserta didik, pasca pembelajaran secara daring di masa pandemi Covid-19. Para peserta didik merasa stress, bosan, dan malas saat pembelajaran di kelas. Banyak peserta didik kehilangan rasa semangat untuk belajar yang diakibatkan kebiasaan saat pandemi.
Situasi inilah, yang disebut kerugian atau kehilangan pembelajaran (learning loss). Yakni situasi hilangnya pengetahuan dan keterampilan dalam perkembangan akademis peserta didik. Lebih mudahnya dikenal sebagai kemunduran secara akademis.
Menurut The Education and Development Forum (2020), learning loss adalah situasi dimana peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan baik umum atau khusus atau kemunduran secara akademis. Hal itu terjadi karena kesenjangan yang berkepanjangan atau ketidak berlangsungnya proses pendidikan.
Pelajaran Bahasa Inggris bagian dari kurikulum dalam pendidikan di Indonesia. Metode penyampaian materi yang searah atau konvensional (ceramah dan bercerita) dirasa kurang efektif. Sebab guru berperan mentransfer materi umum yang terkadang kurang melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Hal itu yang dialami penulis, pada pembelajaran di Kelas X TO 5 SMK Negeri Karangpucung. Khususnya dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan materi Procedure Text. Banyak siswa kesulitan saat diminta untuk belajar mandiri. Terlebih saat diminta menemukan ide untuk dikembangkan dan menghasilkan suatu produk.
Sulitnya merubah kebiasaan belajar peserta didik pasca pandemi hampir dirasakan sempau pendidik di tahun ini. Maka, disinilah Kurikulum Merdeka untuk kemandirian peserta didik sangat diperlukan.
Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang disusun Kemendikbud RI. Didasari dengan prinsip kebebasan dalam pembelajaran dan pengembangan kreativitas peserta didik. Salah satu tujuan pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka adalah menjadi peserta didik atau pebelajar yang mandiri.
Penulis, mencoba menerapkannya. Dimana peserta didik melaksanakan pembelajaran secara berkelompok. Masing-masing mendapat tugas tersendiri yang berbeda dengan anggota kelompok yang lain. Sehingga tidak ada aktivitas yang hanya mengandalkan satu atau dua individu saja dalam kelompok.
Karena metode penilaian yang digunakan adalah penilaian proses. Dimana seorang guru menilai serangkaian proses kegiatan. Kemudian menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik. Sehingga hasilnya sistematis dan berkesinambungan.
Pembelajaran pada Kurikulum Merdeka memang sangat menuntut kemandirian peserta didik. Baik dari segi berpikirnya maupun bekerjanya. Tapi dengan begitulah akhirnya peserta didik akan bisa berganti pola pikir. Dari model pembelajaran di masa pandemi covid-19 dan sekarang berubah pada masa pembelajaran di Kurikulum Merdeka. (ipa1/bud)
Guru Bahasa Inggris SMK Negeri Karangpucung Kab. Cilacap.