RADARSEMARANG.COM, Masalah dipandang sebagai hal yang perlu dihindari oleh manusia, padahal eksistensi manusia yang dapat bertahan hingga ratusan ribu tahun merupakan buah dari keberadaan masalah.
Dewiyani (Yuono, 2016) mengatakan lahirnya penemuan-penemuan dari para ahli yang kini dinikmati oleh manusia disebabkan karena adanya masalah.
Mungutip pendapat Mc. Brien & Brandt (Sutardi, 2007:125) bahwa setiap individu membangun pengetahuannya sendiri, bukan hanya menerima transfer pengetahuan dari orang lain. Maka dapat diasumsikan bahwa membangun pengetahuan dengan melibatkan siswa secara aktif akan meningkatkan hasil belajar menjadi lebih baik.
Pembelajaran menggunakan PBL (Problem Bassed Learning) merupakan salah satu metode yang dapat memfasilitasi hal tersebut. Penerapan yang tepat dengan mengusung masalah-masalah yang dekat dengan siswa akan membantu siswa memaknai kemudian menyimpulkan sendiri materi yang disampaikan.
Siswa kelas IV merupakan anak-anak yang berada pada tahap operasional konkret yang meski sudah mampu berpikir logis, mereka masih membutuhkan bantuan objek fisik. Untuk itu, keberadaan media ajar sangat dibutuhkan. Di samping sebagai sarana dalam membantu pemahaman siswa, dengan media ajar pembelajaran juga jadi menyenangkan.
Sudah menjadi permasalahan di pendidikan, minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika rendah. Akibatnya hasil belajar tidak maksimal. Misalnya pembelajaran matematika pada SDN Kebonrejo, Candimulyo tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat positif dan negatif di kelas IV.
Penyampaian materi dengan metode ceramah dan pembahasan soal diindikasikan menjadi penyebab rendahnya minat belajar siswa. Maka, diperlukan kemampuan guru memilih, menguasai, dan menerapkan model pembelajaran yang dapat mengatasi hal tersebut.
Mendesain Problem Bassed Learning (PBL) yang menyenangkan dalam pembelajaran materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat matematika membutuhkan kombinasi yang tepat antara dua aspek, yakni aspek masalah dan media ajar.
Masalah yang dipilih hendaknya merupakan sesuatu yang dekat dengan keseharian siswa sehingga menimbulkan kesan bermakna. Media ajar yang dipilih juga harus menghadirkan kesan menyenangkan.
Kita dapat mengambil masalah yang berkaitan dengan suhu, dan dapat mengambil media ajar berupa papan ubin garis bilangan sebagai permisalan. Suhu merupakan permasalahan nyata yang melibatkan operasi hitung positif dan negatif.
Di samping itu dapat kita pastikan pula siswa selalu bersentuhan dengan masalah tersebut dalam keseharian mereka. Media berupa papan ubin garis bilangan juga mudah dimodifikasi dan diaplikasikan sebagai sebuah permainan yang menyenangkan bagi mereka.
Prinsip penggunaan papan ubin garis bilangan merupakan pengembangan dari garis bilangan. Media tersebut berupa papan kayu memanjang yang terbagi menjadi kurang lebih sebanyak tiga puluh satu kotak.
Satu kotak di tengah yang berbeda warna menunjukkan titik nol, sedangkan lima belas kotak di samping kanan dan kirinya adalah bilangan positif dan negatif.
Cara memainkannya adalah menggunakan pion dan guru membacakan narasi cerita yang berkaitan dengan operasi hitung bilangan positif dan negatif. Kemudian anak menggerakkan gacuk sebagaimana penerapan seharusnya saat operasi hitung menggunakan garis bilangan.
Praktik pembelajaran tersebut terbukti mampu menarik atensi siswa kelas IV SDN Kebonrejo menjadi lebih baik, bahkan mampu meningkatkan hasil belajar mereka. Disimpulkan, sangat perlu bagi guru untuk mampu menyesuaikan pembelajaran.
Dari biasanya hanya copy-paste dari contoh yang biasa kita lihat, dengar, dan baca menjadi pembelajaran yang lebih relevan terhadap keadaan peserta didik sekarang. (pf/lis)
Guru SDN Kebonrejo, Kec. Candimulyo, Kabupaten Magelang