31.4 C
Semarang
Saturday, 23 August 2025

Pembelajaran Elektronika Dasar Lebih Kreatif dengan Discovery Learning

Oleh: Sri Suwarni, S.Pd., M.Si.

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Guru sebagai salah satu komponen dalam proses pembelajaran, khususnya komponen pendidik dan tenaga kependidikan, merupakan kunci dalam melakukan peningkatan mutu pendidikan.

Proses pembelajaran di kelas akan berhasil apabila ada interaksi antara guru dan peserta didik, sehingga mempermudah peserta didik dalam penyerapan ilmu yang diberikan. Kenyataan yang ada sampai saat ini proses belajar masih terfokus pada guru dan kurang mengoptimalkan kemampuan peserta didik untuk belajar mandiri.

Hasil observasi awal di SMK Negeri 01 Semarang kelas X TE2 (Teknik Elektronika 2) pada mata pelajaran elektronika dasar menunjukkan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran dapat dikatakan minim meskipun peran guru dalam pembelajaran tinggi.

Guru terlihat sangat aktif menyampaikan materi, sedangkan peserta didik aktif mendengarkan dan mencatat materi dari guru. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran elektronika dasar masih bersifat konvensional.

Artinya, pembelajaran yang ada masih terpusat pada guru dan menggunakan metode ceramah. Pembelajaran yang demikian dapat membuat kemampuan berpikir peserta didik kurang berkembang.

Proses pembelajaran tersebut saat ini bertolak belakang dengan Kurikulum Merdeka yang mensyaratkan peserta didik untuk aktif. Hasil observasi diperoleh juga informasi mengenai sebanyak 60 persen perlu remidial untuk memperbaiki nilai agar mencukupi kriteria ketuntasan minimal.

Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran tersebut tidak efektif. Ketidakefektifan pembelajaran mengakibatkan rendahnya pencapaian kompetensi siswa.

Perlu adanya upaya untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar harus dialihkan dari teacher centered menjadi student centered yang lebih menekankan pada perkembangan kemampuan berpikir peserta didik. Peserta didik harus diarahkan agar dapat berpikir kritis dan mandiri. Salah satu metode pembelajaran yang bersifat student centered dan metode yang mampu melatih berpikir kritis siswa adalah metode discovery learning.

Metode pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa sebagai subjek untuk belajar. Metode discovery learning adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan menemukan sendiri ide dan konsep materi pembelajaran dengan guru hanya sebagai pengarah atau pembimbing pembelajaran.

Proses belajar mengajar dengan discovery learning ini menuntut guru untuk menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final (utuh dari awal sampai akhir). Atau dengan istilah lain, guru hanya menyajikan bahan pelajaran sebagian saja, selebihnya diberikan kepada siswa untuk menemukan dan mencari sendiri.

Kemudian siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mendapatkan apa-apa yang guru belum sampaikan dengan pendekatan belajar problem solving (Muhibbin Syah, 2014: 243).

Fungsi utama guru dalam discovery learning adalah merangsang pemikiran yang mengarah pada pengembangan domain psikomotorik. Pertanyaan menjadi wacana yang utama, guru dipandang sebagai fasilitator belajar siswa dengan meminta siswa mengembangkan gagasan/ide serta kreativitas siswa (Nanang Hanafiah, 2012: 78).

Adapun tahapan discovery learning diawali menyampaikan tujuan pembelajaran dan langkah- langkah pembelajaran. Kemudian guru memberikan motivasi dalam membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan kesediaan belajar siswa, dilanjutkan membentuk kelompok yang beranggotakan empat orang.

Kemudian guru menyajikan materi dengan contoh-contoh atau dengan penjelasan singkat. Selanjunya guru memberikan pertanyaan lisan kepada kelompok terkait dengan topik pembahasan, yaitu menerapkan macam-macam gerbang dasar rangkaian logika.

Berikutnya memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mengidentifikasi beberapa permasalahan yang terkait dengan topik pembahasan. Guru mendorong masing-masing kelompok mengemukakan satu masalah yang terkait dengan topik pembahasan.

Masing-masing kelompok diminta untuk menjelaskan permasalahan yang diajukan, kemudian merumuskan dan menetapkan masalah tersebut untuk dipecahkan. Langkah diteruskan memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyusun opini-opini berdasarkan penemuan terhadap masalah yang ada.

Berdasarkan data dan analisa, terjadi peningkatan kreativitas anak, yang diikuti pula dengan peningkatan kompetensi belajar ranah psikomotorik. Yang semula dengan pembelajaran konvensional, sebanyak 60 persen anak perlu remedial, kini dengan pembelajaran discovery learning rata-rata hasil belajar menjadi 82,2 persen. Sehingga terjadi peningkatan yang signifikan ketika menggunakan pembelajaran discovery learning. (*/aro)

Guru Teknik Elektronika SMK Negeri 1 Semarang


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya