RADARSEMARANG.COM, KONSELING realita pertama kali dimunculkan oleh Willaim Glasser pada tahun 1961 dalam bukunya yang berjudul Mental Health or Mental Illness yang di dalamnya memuat tentang konsep reality therapy.
Menurut Glasser, manusia memiliki kebutuhan fisiologis dan kebutuhan psikologis. Kebutuhan fisiologis terkait dengan kebutuhan fisik manusia.
Sedangkan kebutuhan psikologis marupakan kebutuhan dicintai dan mencintai, serta kebutuhan penghargaan terhadap dirinya.
Pada perkembangannya konseling realita memiliki konsep utama bahwa manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kebutuhan dasar, memiliki potensi dan dorongan untuk belajar dan tumbuh, memerlukan hubungan dengan orang lain, dan mempunyai motivasi dasar untuk mendapatkan identitas diri yang sukses.
Berdasarkan konsep tersebut, terapi dalam konseling realita ditandai dengan terapi verbal secara aktif. Dalam praktiknya dengan cara memfokuskan pada kekuatan dan potensi konseli yang dihubungkan dengan usahanya dalam mencapai keberhasilan dalam hidup.
Oleh karena itu, penulis menggunakannya dalam membantu peserta didik SMP Negeri 3 Satu Atap Warureja untuk menetapkan tujuan akademiknya.
Tujuan akademik merupakan sebuah rencana yang yang akan dicapai terkait dengan proses kegiatan pembelajaran. Contoh terkait tujuan akademik, misalnya seorang peserta didik ingin mendapatkan nilai-rata 86 pada nilai rapor kenaikan kelas.
Menetapkan tujuan akademik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik dalam rangkaian untuk mencapai prestasi.
Kemampuan menetapkan tujuan akademik berpengaruh terhadap aktivitas peserta didik dalam memperhatikan pelajaran, mengulang kembali informasi/materi, dan mengerjakan tugas.
Konseling realita yang dilakukan oleh penulis untuk membantu peserta didik di SMP Negeri 3 Satu Atap Warureja menggunakan format kelompok.
Dalam pemahaman penulis, format kelompok menjadi pilihan yang sesuai dengan konsep konseling realita. Teknik yang digunakan dalam kegiatan konseling realita format kelompok adalah teknik WDEP, yakni Weld (keinginan), Direction (arahan), Evaluation (penilaian), dan Planning (perencanaan).
Penerapan teknik WDEP ini bertujuan untuk membantu peserta didik agar memiliki kontrol yang lebih besar terhadap kehidupannya dan mampu membuat pilihan yang lebih baik.
Kegiatan ini terdiri atas beberapa tahap yang saling terkait. Pertama, tahap pembentukan yang berisi tentang pengenalan, pelibatan diri atau memasukkan diri dalam kelompok.
Kedua, tahap peralihan yang berisi tentang penjelasan peran anggota kelompok. Ketiga, tahap kegiatan yang merupakan inti dari kegiatan yang dilaksanakan.
Tahap kegiatan memiliki alokasi waktu yang paling banyak dibandingkan tahap yang lainnya. Keempat, tahap pengakhiran yang merupakan tahapan untuk membahas mengenai komitmen untuk menerapkan hal-hal yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya di kehidupan sehari-hari.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan peserta didik dalam menetapkan tujuan akademiknya adalah, memilih tujuan yang spesifik dan menuliskan hal tersebut, menentukan kapan tujuan tersebut akan tercapai, membangun rencana untuk mencapai tujuan tersebut, memvisualisasikan diri sendiri saat mencapai tujuan tersebut, dan membuat evaluasi diri.
Melalui konseling realita format kelompok yang telah dipraktikkan, penulis menyimpulkan bahwa peserta didik dapat lebih mudah menetapkan tujuan akademiknya setelah menyadari potensi/kelebihan yang dimilikinya, memiliki motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dan mendapat dukungan dari orang lain dalam hal ini adalah dari anggota kelompok. (pai2/ida)
Guru BK SMP Negeri 3 Satu Atap Warureja, Kabupaten Tegal