26 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Membentuk Kebiasaan Belajar yang Baik Pasca Pandemi

Oleh: Yuni Lestariningsih, S.Pd.

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pandemi Covid-19 telah berakhir. Namun, efek yang ditimbulkan masih dirasakan hingga kini. Masyarakat masih harus berjuang memulihkan keadaan ekonominya.

Banyak keluarga yang masih mencari penghiburan demi memulihkan kondisi mentalnya karena kehilangan orang-orang terkasih. Begitu pun dalam bidang pendidikan, guru dan orang tua berjuang mengembalikan semangat belajar anak-anaknya.

Selama pandemi, anak dimanjakan dengan aktivitas belajar dari rumah. Tidak perlu bangun pagi, mengejar waktu untuk berangkat ke sekolah, dan berhadapan langsung dengan guru. Mereka cukup menyalakan gawai, duduk santai, dan mengerjakan tugas belajar.

Adanya pembatasan dalam hubungan sosial, mengakibatkan banyak anak merasa lebih nyaman berteman dalam dunia maya. Akhirnya sekarang banyak anak mengalami hambatan dalam pergaulan dengan teman sebayanya.

Ketika belajar mengajar di sekolah kembali dimulai, banyak anak harus memulai dari nol untuk menjalin pertemanan.

Kebiasaan belajar yang dulu sudah tertata dengan baik, sekarang berubah total. Anak-anak merasa malas memulai kembali karena sudah terlanjur merasa nyaman dengan cara belajar mereka yang serba instan.

Dulu anak-anak dibuat penasaran memecahkan sebuah soal Matematika, hingga berjuang dengan berbagai cara. Sekarang mereka tinggal scan soal dengan handphone, lalu muncullah jawaban, beserta dengan rumus dan cara penyelesaiannya. Mereka malas berjuang.

Menurut Aunurrahman (2010) Kebiasaan belajar adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukannya. Kebiasaan belajar yang baik terbentuk dari tiga aspek, yaitu: 1) keteraturan, 2) kedisiplinan, dan 3) konsentrasi.

Kebiasaan belajar yang dulu sudah tertanam dengan baik, sekarang berubah total, banyak anak yang sekarang ini kehilangan motivasi untuk belajar. Apalagi dengan dihapuskannya Ujian Nasional dan berlakunya sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik. Anak semakin meremehkan kegiatan belajar.

Mereka beranggapan tanpa belajar akan tetap lulus dan sudah pasti mendapatkan sekolah lanjutan.

Menilik berbagai permasalahan belajar tersebut, sesuai dengan kapasitas penulis sebagai seorang guru Bimbingan Konseling di SMP Negeri 2 Salatiga, turut bertanggung jawab dalam proses belajar peserta didik yang penulis bimbing.

Peserta didik yang saat ini banyak mengalami permasalahan dalam belajar perlu mendapat perhatian khusus. Melalui kegiatan layanan bimbingan, baik secara pribadi maupun klasikal dan layanan konseling.

Baik secara pribadi maupun kelompok. Dalam melaksanakan berbagai kegiatan layanan tersebut, guru Bimbingan Konseling memberikan perhatian lebih kepada anak-anak yang membutuhkan bimbingan belajar.

Guru Bimbingan Konseling dalam usahanya membentuk kebiasaan belajar yang baik bagi peserta didik, tentu tidak dapat bekerja seorang diri. Guru Bimbingan Konseling perlu melibatkan guru mata pelajaran dan wali kelas untuk bekerja sama.

Sekaligus bergandeng tangan dengan orang tua peserta didik untuk bersama-sama memberikan perhatian. Sehingga peserta didik memiliki kebiasaan belajar yang baik, demi mencapai tujuan belajarnya.

Harapan penulis, dengan pendampingan yang diberikan guru selama di sekolah dan perhatian orang tua selama di rumah, peserta didik merasa lebih termotivasi dalam belajar. (ds1/fth)

Guru BK SMP Negeri 2 Salatiga


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya