RADARSEMARANG.COM, MEMASUKI masa remaja, seorang siswa akan dihadapkan pada berbagai persoalan hidup. Seperti bagaimana beradaptasi di dunia sekolah, pergaulan dengan teman sebaya sampai menemukan jati diri hingga membangun karirnya. Disinilah diperlukan karakter yang positif untuk bisa menghadapi persoalan tersebut.
Secara istilah, karakter berarti nilai-nilai manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, manusia lain, lingkungan, hingga bangsa. Dimana nilai tersebut diwujudkan dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan. Tentunya dalam dengan dasar norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Penanaman karakter ini , menjadi penting sebagai seorang berprofesi Guru Bimbingan Konseling (BK). Tujuannya mampu membantu siswa dalam melewati masa remaja ini dengan ikut membangun karakter positif siswa.
Sebab membutuhkan sebuah strategi yang tepat. Salah satu pendekatan konseling yang tepat adalah Strength Based Counseling (SBC). Pendekatan ini membantu siswa mengidentifikasi ketahanan dalam diri, keluarga, atau kelompok, ketika mereka berada dalam masalah. Model Konseling berbasis kekuatan ini sangat berguna pada siswa dengan riwayat pencapaian rendah.
Ada sepuluh tahap konseling yang dapat dilakukan oleh guru BK untuk layanan konseling dengan pendekatan SBK.
Tahap 1: Menciptakan Hubungan Therapeutic. Selama tahap pertama, konselor membangun hubungan dengan klien untuk membantu siswa mengidentifikasi kekuatan dan kompetensi untuk menghadapi kesulitannya.
Pembahasan kekuatan ini , guru BK harus menilai siswa dengan cara positif sebagai manusia yang berharga (Desetta & Wolin, 2000). Guru BK membangun hubungan dengan siswa melalui penyampaian baik dan penuh rasa hormat dan kasih sayang untuk perjuangan mereka.
Tahap 2: Mengidentifikasi Kekuatan. Yakni guru menceritakan kepada siswa tentang kisah hidup mereka dari perspektif kekuatan. Guru BK membantu siswa menemukan kekuatan di tingkat biologis, psikologis, sosial, budaya, lingkungan, ekonomi, materi, dan politik (De Jong & Miller, 1995).
Tahap 3: Menilai Persoalan Presenting. Guru BK fokus untuk mencari solusi. Yakni dengan meluangkan waktu untuk memahami pemahaman persoalan siswa tentang (Cowger, 1992).
Guru BK harus mengarahkan siswa untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan tentang masalah mereka. Mencari tahu, mengapa mereka percaya masalah itu ada, apa perilaku/situasi yang menyebabkan mereka paling banyak masalahnya. Sampai konsekuensi dari masalah tersdebut.
Tahap 4: Mendorong dan Mempertahankan Harapan. Guru BK mendorong siswa menghidupkan kembali harapan dengan bertanya tentang terakhir kali mereka merasa berharap tentang kehidupan. Sehingga mengetahui keadaan hidup apa yang membuat mereka merasa penuh harapan.
Tahap 5: Framing Solutions. Guru BK bekerja secara kolaboratif dengan siswa untuk menghasilkan solusi. Bersama-sama mereka membangun rencana aksi yang realistis yang akan membantu siswa mewujudkan tujuan.
Tahap 6: Membangun Kekuatan dan Kompetensi. Selama tahap pengembangan kompetensi, Guru BK membantu siswa menyadari bahwa mereka tidak berdaya untuk menghasilkan perubahan dalam hidup mereka.
Tahap 7: Pemberdayaan Praktisi. Guru menyadari bahwa masalah tidak selalu berada di dalam orang. Bahwa siswa kemungkinan besar telah mencoba solusi untuk setiap masalah dengan berbagai tingkat kesuksesan dan kegagalan.
Tahap 8: Mengubah. Guru membantu siswa untuk menetapkan tujuan yang merupakan bagian dari pembicaraan perubahan dan proses perubahan. Tahap 9: Membangun Resiliensi. Yakni kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah dan kembali kepada kondisi semula setelah mengalami kejadian yang menekan (Reivich & Shatte, 2002).
Tahap 10: Evaluasi dan Terminasi. Mengevaluasi apa yang sudah dilakukan dan apakah konseling masih akan berlanjut.
Dengan demikian, SBC diharapkan menjadi metode inovatif bagi guru BK untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam pelayanan konseling di sekolah.(ips2/bud)
Guru Bimbingan dan Konseling SMAN 2 Ungaran