RADARSEMARANG.COM, Tembang macapat merupakan jenis tembang tradisional Jawa. Kata “macapat” berasal dari kata “maca papat-papat” yang diartikan membaca empat suku kata -empat suku kata.
Dalam pembelajaran Bahasa Jawa, kompetensi nembang macapat diimplementasi Kurikulum Merdeka tertuang dalam capaian pembelajaran pada elemen menyimak dan membaca.
Pembelajaran konten tembang macapat meliputi berbagai kegiatan di antaranya menembangkan tembang macapat sesuai titi laras/titi nada, mengartikan kata-kata sulit, menuliskan isi tembang macapat.
Dan menemukan pitutur luhur yang terdapat dalam teks tembang macapat. Kegiatan semua itu dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan oleh guru.
Capaian pembelajaran Bahasa Jawa kelas 7 semester gasal pada elemen menganalisis dan mengevaluasi informasi teks sastra di antaranya berupa teks tembang macapat. Capaian pembelajaran tersebut dituangkan dalam tujuan pembelajaran yaitu siswa mampu menembangkan, mengeksplorasi dan mengevaluasi informasi, isi, dan pitutur luhur tembang Gambuh.
Kegiatan pembelajaran dilakukan sesuai dengan alokasi waktu yang telah dialokasikan. Siswa belajar nembang Gambuh merasa kesulitan. Kesulitan itu muncul mulai dari membaca titi laras dengan kosakata Jawa, membaca baris-baris tembang Gambuh, dan pemenggalan suku kata ketika nembang supaya tidak berubah makna dari kata-katanya.
Kesulitan siswa dalam nembang Gambuh juga dialami oleh beberapa siswa kelas 7 SMP Negeri 2 Salatiga. Kesulitan itu dialami siswa yang berasal dari luar Jawa yang belum terampil menggunakan bahasa Jawa dan sebagian siswa yang bergaya belajar kinestetik dengan cara belajar bergerak dan mengalami secara langsung juga merasa kesulitan karena keterbatasan media yang digunakan dalam pembelajaran.
Sebagai guru penulis berusaha merespons kesulitan siswa dengan membantu siswa agar dapat nembang Gambuh. Cara sederhana untuk membantu mereka yang kesulitan terutama bagi siswa yang bergaya belajar kinestetik adalah dengan nembang maintirassaron.
Kata maintissaron merupakan kepanjangan dari kata memainkan titi laras saron. Titi laras adalah tangga nada atau notasi dalam bahasa Jawa, saron adalah salah satu alat musik gamelan.
Menurut De Porter (2000) ada tiga jenis gaya belajar, yaitu gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Siswa dengan gaya belajar visual akan lebih nyaman belajar dengan melihat atau mengamati objek yang dipelajari.
Kekuatan lebih pada indra pendengaran dimiliki siswa bergaya belajar auditorial. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik akan lebih bersemangat saat belajar dengan melakukan gerakan, ataupun langsung menyentuh objek yang dipelajari.
Pembelajaran menembangkan dan menganalisis tembang Gambuh kelas 7 semester gasal dengan penerapan pembelajaran berdiferensiasi yang berusaha memenuhi kebutuhan siswa.
Kegiatan perencanaan pembelajaran dimulai dengan pemetaan kebutuhan belajar siswa, berdasarkan gaya belajarnya. Proses pembelajaran dengan memfasilitasi siswa bergaya belajar visual melihat video tembang Gambuh.
Mendengarkan tembang Gambuh bagi siswa auditorial, sedang siswa bergaya belajar kinestetik disediakan alat musik gamelan berupa saron.
Siswa belajar nembang Gambuh sambil memainkan titi laras tembang Gambuh pada saron. Setelah berkali-kali latihan nembang dilanjutkan dengan presentasi nembang Gambuh secara berkelompok ke depan, kelompok lain menilai atau menanggapi.
Kegiatan terakhir adalah secara individu siswa mengerjakan LKPD tentang isi dan pitutur tembang Gambuh. Pembelajaran nembang Gambuh sambil memainkan titi laras terbukti dapat membuat siswa bersemangat.
Sehingga dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam nembang Macapat serta menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. (ds1/lis)
Guru Bahasa Jawa SMP Negeri 2 Salatiga