RADARSEMARANG.COM, MATA pelajaran Sejarah merupakan bagian dari ilmu sosial yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menumbuhkan rasa nasionalisme.
Hal ini karena sejarah merupakan kajian ilmu yang menjelaskan tentang peristiwa masa lampau yang disertai dengan fakta-fakta yang jelas.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMKN 1 Semarang ditemukan beberapa permasalahan yaitu pembelajaran Sejarah cenderung monoton dan dalam pelaksanaannya kurang melibatkan potensi peran serta siswa.
Kondisi tersebut menjadikan nilai rata-rata yang masih rendah yaitu 55,78. Nilai rata-rata yang rendah ini menunjukkan belum tercapainya ketuntasan belajar siswa, tingkat ketuntasan klasikal siswa juga masih rendah yaitu sekitar 42 persen dari jumlah siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan dalam proses belajar mengajar.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa berperan aktif adalah pembelajaran kooperatif, dengan model Student Teams Achievement Division (STAD).
Metode STAD ini menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok yang heterogen untuk saling membantu satu sama lain dalam belajar dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran kooperatif dan prosedur kuis. Model STAD melibatkan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota kelompok.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, guru menjadi fasilitator. Langkah–langkahnya adalah membentuk kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4-6 orang.
Kemudian guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap kelompok sebagai bahan ajar. LKS digunakan sebagai materi pelajaran yang juga digunakan untuk melatih kooperatif.
Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi.
Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Secara individual atau kelompok, setiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan terhadap materi yang telah dipelajari.
Tiap siswa dan tiap kelompok diberikan skor dan bagi individual atau kelompok yang memperoleh skor tinggi diberi penghargaan.
Kegiatan ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar setelah dilakukan tindakan. Nilai rata-rata dan presentase ketuntasan belajar meningkat dari rata-rata 55,78 menjadi 67,3 dan ketuntasan secara klasikal dari 42 persen menjadi 56,79 persen.
Pada tindakan berikutnya nilai rata-rata dan persentase ketuntasan belajar meningkat lagi dari sebelumnya 67,3 menjadi 85,63 dan ketuntasan secara klasikal dari 56,79 persen menjadi 84,92 persen.
Model pembelajaran STAD dalam pembelajaran Sejarah dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, serta menjadikan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.
Manajemen waktu yang tepat sangat dibutuhkan, sehingga siswa benar-benar dapat memanfaatkan waktu untuk berdiskusi dan memahami materi yang dipelajari bersama teman kelompok. (ttg4/ida)
Guru SMKN 1 Kota Semarang