RADARSEMARANG.COM, Guru tidak hanya memberikan ilmu atau menstrasfer ilmu ke siswa saja. Guru mendidik dan mengajarkan moral dan kepribadian kepada siswa-siswanya. Seorang guru bertujuan untuk membetuk karakter pribadi siswa.
Pendidikan karakter tidak hanya membutuhkan teori atau konsep semata. Selama ini sudah cukup banyak teori tentang kepribadian, akhlak, budi pekerti, karakter yang telah dirumuskan dan diurai jelas.
Menurut Suwandi yang dikutip oleh Wahid, A (2009) pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah lebih tepat melalui pendekatan modeling, keteladanan (uswah) yang dilakukan oleh guru. Karena karakter merupakan perilaku (behaviour), bukan pengetahuan sehingga untuk dapat diinternalisasi oleh peserta didik, butuh contoh nyata, bukan hanya contoh yang tertulis dalam buku apalagi contoh khayalan.
Lewat pembelajaran modeling akan terjadi internalisasi berbagai perilaku moral, prososial dan aturan-aturan lainnya untuk tindakan yang baik.
Perilaku manusia diperoleh melalui cara pengamatan model, dari mengamati orang lain, membentuk ide dan perilaku-perilaku baru, dan akhirnya digunakan sebagai arahan untuk beraksi. Sebab seseorang dapat belajar dari contoh apa yang dikerjakan orang lain.
Siapakah model terdekat bagi peserta didik. Tentu saja selain orang tua, gurulah yang diharapkan mampu menjadi model bagi peserta didik.
Keefektifan guru sebagai model sebenarnya sudah teruji sepanjang zaman. Sering kita temukan dalam kehidupan nyata seorang anak lebih memercayai omongan gurunya dari pada orang tuanya. Terutama anak-anak yang baru mengenal dunia pendidikan di luar rumah.
Sebagian besar anak sangat senang terhadap gurunya dan mau mendengarkan serta mematuhi pesan-pesan dan nasehat yang diberikan gurunya. “Kata Bu Guru bukan begitu, tapi begini Bunda?” Begitulah celoteh si kecil.
Banyak faktor penyebab hilangnya kepedulian siswa terhadap guru. Pada umumnya siswa merasa terbebani dengan berbagai tugas belajar yang harus dijalaninya. Di rumah orang tua menuntut mendapat nilai tinggi dan di sekolah guru juga menuntut dirinya belajar dengan sebaik mungkin menegangkan, tanpa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri.
Guru dikejar tuntutan kurikulum yang harus tuntas, sehingga tidak cukup waktu jika harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memikirkan kembali layaknya orang menabung. Peserta didik diberi materi sebanyak-banyaknya lewat proses menimbun informasi, kemudian menagihnya kembali lewat ujian yang pada umumnya hanya mampu menilai kemampuan kognitif siswa semata.
Pada prinsipnya mendidik karakter sangat tergantung pada keikhlasan seorang guru untuk beriktikad baik memberikan contoh teladan kepada peserta didiknya. Adapun bekal atau modal tambahan (selain kompetensi utama sesuai UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005) yang harus dimiliki guru sebagai contoh teladan dalam mendidik karakter peserta didiknya antara lain: Guru harus mengetahui karakter apa saja yang harus dimiliki peserta didik.
Agar pendidikan karakter tidak menjadi sebuah perjalanan tanpa akhir, sangatlah penting mengidentifikasi karakter yang akan menjadi pilar bagi peserta didik. Untuk mengetahui hal ini guru dapat merujuk pada grand design pendidikan karakter yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
Disamping itu, guru juga dapat memelajari karakter yang bersifat universal dari berbagai sumber yang berkompeten. Di antaranya Indonesia Heritage Foundation merumuskan nilai-nilai yang patut diajarkan kepada anak-anak untuk menjadikannya pribadi berkarakter.
Yakni cinta kepada Allah SWT dan semesta beserta isinya serta cinta kebenaran; bertanggung jawab, disiplin, dan mandiri; amanah dan jujur; bersikap hormat dan santun; mempunyai rasa kasih sayang, kepedulian, dan mampu bekerjasama; percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; mempunyai rasa keadilan dan sikap kepemimpinan; baik dan rendah hati; mempunyai toleransi, cinta damai dan persatuan karakter-karakter yang menjadi pilar adalah dipercaya. (ps2/lis)
Guru SDN2 Lamuk, Kec.Kejobong, Kabupaten Purbalingga