RADARSEMARANG.COM, Seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi informasi, salah satunya adalah media elektronik, ternyata banyak membawa pengaruh dalam kehidupan sehari hari.
Hal yang paling dirasakan adalah mulai bergesernya nilai- nilai akhlak dalam kehidupan, yaitu perilaku tata krama, sopan santun, dan rasa malu, terutama di kalangan anak sekolah usia remaja.
Mereka cenderung berperilaku dengan mencontoh apa yang didengar dan dilihat melalui media elektronik. Nilai-nilai etika dalam berperilaku semakin lama semakin hilang. Banyak dari mereka yang tidak memahami bagaimana cara berinteraksi yang baik kepada orang lain.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka sebagai guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (PAI dan BP) perlu menerapkan model yang tepat bagi siswa agar dapat mempelajari KD 3.5 yaitu “Memahami makna tata krama, sopan santun, dan rasa malu”, dengan harapan mereka dapat mempraktikkan dalam kehidupan sehari- hari.
Model pembelajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi- materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau disetting yang berbeda (Joyce danWeil dalam Huda, 2013:73).
Dengan demikian untuk memilih model pembelajaran yang tepat harus memperhatikan kebutuhan siswa serta fasilitas yang ada secara menarik dan menyenangkan. Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan dapat memudahkan siswa untuk memahami materi yang diberikan oleh guru.
Guru tidak hanya mengajar dengan ceramah siswa mendengarkan kemudian memberikan latihan soal, tentunya hal ini dapat menyebabkan siswa mengalami kejenuhan dan pasif karena mereka tidak dilibatkan secara aktif selama proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dalam mempelajari KD 3.5 “Memahami makna tata krama, sopan santun, dan rasa malu”, maka diambilah model pembelajaran bermain peran atau role playing.
Role playing atau bermain peran merupakan model pembelajaran yang melibatkan emosional dan pengamatan indera terhadap suatu situasi masalah yang dihadapi secara nyata. Bermain peran adalah mendramatisasikan dan mengekspresikan tingkah laku, ungkapan, gerak- gerik seseorang dalam hubungan sosial antar manusia.
Dengan metode role playing, siswa berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah/psikologis itu. (Santoso, 2011).
Role playing juga dapat didefinisikan sebagai metode menguasai suatu materi-materi pelajaran dengan mengembangkan imajinasi dan penghayatan peserta didik. (Hamdani, 2011 : 87).
Jadi, tujuan bermain peran dalam proses pembelajaran adalah agar siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak- gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial atau manusia dan menumbuhkan kepekaan terhadap masalah- masalah hubungan sosial ( Saefudin dan Bardiati, 2014).
Adapun langkah- langkah model pembelajaran role playing adalah: 1) Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; 2) Memilih peran; 3) Menyusun tahap- tahap peran; 4) Menyiapkan pengamat; 5) Pemeran; 6) Diskusi dan Evaluasi; 7) Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan ( Uno, 2007).
Beberapa kelebihan model role playing yang bisa didapatkan dalam kegiatan belajar mengajar adalah siswa mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dan memberikan pengetahuan yang berkesan, membuat kelas lebih menarik dan menyenangkan, karena semua siswa di dalam kelas berperan aktif memerankan dalam materi yang dibahas selama proses pembelajaran.
Sedangkan kelemahan dari model ini adalah memerlukan waktu yng relatif lama, apalagi jika siswanya masih banyak yang malu ketika ditunjuk untuk memerankan peranannya. Akan tetapi, guru di sini dapat mengambil langkah yang tepat, sehingga dapat menyesuaikan alokasi waktu yang ada dan juga membuat pendekatan kepada siswanya agar mereka tidak malu dan bersedia memerankan yang mejadi peranannya.
Demikian sekilas model pembelajaran role playing yang dapat diterapkan pada pembelajaran PAI dan Budi Pekerti dalam materi memahami makna tata krama, sopan santun, dan rasa malu. Semoga bermanfaat. (ips2/aro)
Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 2 Comal, Kabupaten Pemalang