RADARSEMARANG.COM, Matematika merupakan salah satu mata pelajaran eksak yang menurut anak, terutama anak usia SD, sangat sulit dan memusingkan bahkan menegangkan ketika mereka melaksanakan pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika SD untuk kelas atas terdapat materi FPB (Faktor Persekutuan Terbesar).
Pada mulanya saya mengajar di kelas VI, mereka sangat enggan untuk mengikuti pembelajaran matematika. Apalagi yang berkaitan dengan materi FPB yang mana dalam penyelesaiannya terlebih dahulu dengan membuat pohon faktor, faktorisasi prima dan baru dicari FPB.
Ketika guru menjelaskan cara menyelesaikan seperti tadi yang diuraikan di atas, anak tidak memahami apa yang dimaksud hanya mengetahui apa yang disampaikan guru tanpa memahami secara maksimal.
Di sini tugas kita sebagai seorang guru mencari solusi yang tepat bagaimana cara memahamkan anak terhadap materi FPB terutama di kelas VI SDN Brokoh.
Seorang guru dituntut untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan apalagi sekarang di zaman era digital. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi guru mengingat jumlah siswa yang tidak hanya satu atau dua orang saja melainkan banyak siswa yang memiliki kepribadian dan karakter yang berbeda – beda.
Untuk itu, agar tujuan pembelajaran tercapai, guru perlu menggunakan metode mengajar tepat yang menyesuaikan karakter siswa juga materi yang tengah dipelajari. Sehingga diharapkan dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang dapat mengikuti perkembangan zaman.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran, seorang guru harus dapat memilih dan menerapkan strategi, metode, pendekatan yang tepat agar dapat mencapai kompetensi sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di satuan pendidikan.
Menurut Hebert Bisno (1968), metode merupakan teknik –teknik yang digeneralisasikan dengan baik agar dapat diterima atau dapat diterapkan secara sama dalam praktek. Sedangkan menurut Hidayat (1990;60 ), metode adalah cara atau jalan atau upaya atau usaha dalam meraih sesuatu yang diinginkan.
Menurut Komalasari (2014, hal 80), role playing adalah suatu model penguasaan bahan – bahan pelajaran melalui pengembangan imjinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dialkukan siswa dengan memerankan sebagai tokoh hidup atau benda mati.
Ketika awal masuk di kelas VI menyampaikan materi FPB, anak – anak enggan dan malas karena merasa tidak mampu dalam menekuni materi ini karena dulu di kelas sebelumnya sudah mempelajari materi ini dan hasilnya kurang memuaskan.
Di kelas VI ini saya dalam menyampaikan materi FPB tidak hanya menggunakan metode ceramah tanya jawab tapi menggunakan role playing karena saya tahu bahwa di kelas sebelumnya pasti metode itu yang diterapkan sehingga anak kurang memahaminya. Pada metode ini, pertama, saya menyampaikan materi FPB kemudian anak bermain peran.
Misalnya di rumahnya ada suatu acara yaitu rapat RT, ibu membeli 30 jeruk dan 60 kelengkeng. Jeruk dan klengkeng tersebut akan diletakkan kedalam piring dengan jumlah yang sama.
Berapa jumlah piring yang dibutuhkan dan berapa jumlah jeruk dan kelengkeng dalam setiap piring? Untuk menghitung jumlah piring maka kita harus mencari FPB. Kemudian jumlah jeruk dan kelengkeng dalam setiap piring. Caranya jumlah jeruk dibagi hasil FPB begitu juga jumlah kelengkeng dibagi hasil FPB.
Dari penerapan role playing, akhirnya anak dapat memahaminya sehingga hasil dari pembelajaran ini anak dapat mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang sesuai dengan KKM yang ditentukan.
Anakpun termotivasi, antusias sehingga tidak enggan lagi atau malas untuk belajar matematika bahkan menjadi suka dengan pelajaran matematika pada umumnya khususnya FPB. (ps1/ton)
Guru Kelas VI SDN Brokoh Kec. Wonotunggal Kab. Batang