RADARSEMARANG.COM, Melalui pembelajaran matematika siswa akan terlatih untuk berpikir kritis, kreatif, dan logis.
Pembelajaran matematika tidak hanya menggunakan penghitungan ataupun rumus tetapi juga melibatkan kemampuan menalar siswa dalam memecahkan permasalahan.
Berdasarkan hasil survei PISA tahun 2012, Indonesia lebih baik dari negara Peru yang berada pada posisi ranking terbawah. Rata-rata skor matematika anak Indonesia 375 dengan posisi ranking 64 dari 65 negara. Sedangkan pada rata-rata skor internasional, Indonesia menempati urutan 500.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam mengerjakan soal HOTS (Higher Order Thinking Skills) sangat rendah.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan, bukan hanya menaikkan tingkat kesulitan soal menggunakan konsep HOTS, melainkan secara menyeluruh mulai dari kurikulum.
HOTS dikembangkan dari Taksonomi Bloom yang terdiri atas 3 ranah, yaitu kognitif (C), afektif (A), dan psikomotorik (P) dengan sedikit perubahan, terutama pada ranah kognitif.
Sebelum revisi tingkat berpikir terdiri 6 tingkatan (C1 – C6), yakni ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sedangkan kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum 2013, menggunakan versi revisi (Anderson & Krathwohl, 2001).
Keenam tingkatan itu meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis/sintesis, mengevaluasi, dan mengkreasikan/mencipta.
Menurut Freudenthal (Wijaya, 2012:20), matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, tetapi sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengonstruksi konsep matematika.
Dengan berlandaskan pada matematika sebagai suatu aktivitas insani dan matematika adalah kegiatan, maka seluruh algoritma pembelajaran matematika tidak sekadar menghafal dan menggunakan rumus untuk situasi yang kurang bermakna.
Belajar matematika menjadi lebih bermakna (meaningfull), manakala di dalamnya terdapat aktivitas menganalisis, mengreasi hingga paham asal muasal rumus-rumus matematika, melalui soal-soal nonrutin, yang biasa muncul di PISA atau TIMSS.
Banyak pendekatan pembelajaran yang bisa diambil oleh para pendidik matematika. Seperti dengan pendekatan problem solving, open-ended, problem based learning, problem posing, hingga pendekatan kontekstual.
Strategi yang penulis gunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa di kelas VI SDN Ngawonggo 1 Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang dalam menyelesaikan soal HOTS pada mata pelajaran matematika adalah dengan metode Scavenger Hunt Games. Games ini penulis gunakan agar pembelajaran di kelas lebih menyenangkan.
Adapun langkah-langkahnya, masing-masing siswa menyiapkan soal HOTS yang ada di LKS atau mereka bisa membuat soal sendiri menuliskannya pada selembar kertas lipat warna-warni.
Soal tersebut diibaratkan dengan harta karun (scavenger). Soal diberi nama masing-masing penyusun. Setelah semua selesai menulis soal, siswa antre urut absen menyembunyikan kertas tesebut di sekeliling kelas.
Siswa yang belum mendapatkan urutan diminta tutup mata sambil mengitung dari angka satu sampai sepuluh. Setelah semua siswa selesai menyembunyikan gulungan soal, guru mempersilakan siswa untuk menemukan harta karun tersebut. Kemudian menjawab soal yang ada di dalam gulungan.
Jika siswa berhasil menjawab maka si penyusun memberikan soal kembali secara lisan. Permainan ini berlangsung dalam tiga tahap. Yaitu tahap penyisihan, semifinal, dan final. Pada akhirnya diperoleh juara 1, juara 2, dan juara 3.
Permainan ini siswa terkesan menghabiskan banyak waktu, tetapi itu sebenarnya roh belajar matematika. Yaitu berkegiatan untuk membuat siswa menjadi tertarik belajar dan menyelesaikan soal-soal matematika, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Hal ini tergantung bagaimana sentuhan guru, membawakan dengan fun, sehingga peserta didik seperti addicted atau ketagihan belajar matematika. (pf/lis)
Guru SDN Ngawonggo 1, Kec. Kaliangkrik, Kabupaten Magelang
