RADARSEMARANG.COM, Kepala madrasah/sekolah sebagai pimpinan tertinggi di madrasah yang dikelolanya memiliki tanggung jawab mutlak terhadap kemajuan madrasah. Kemampuan mengelola sumber daya manusia di madrasah dengan baik diyakini berpeluang mentransformasi input menjadi output.
Terkait hal tersebut, satu di antara kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala madrasah/sekolah dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 yakni kompetensi kewirausahaan. Kewirausahaan merupakan persamaan dari kata entrepreneurship dalam bahasa Inggris. Unternehmer dalam bahasa Jerman, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut entreprendre.
Kewirausahaan merupakan suatu proses penerapan kreativitas, penciptaan, dan keinovasian, pengembangan dan pembangunan semangat kreativitas, jiwa yang pantang menyerah. Sejatinya sebagai manager kepala madrasah mampu mendorong pendidik untuk berkolaborasi dalam aksi nyata terkait pembelajaran entrepreneurship.
Sebagaimana dikatakan oleh Jerry (2012:78) prinsip-prinsip kewirausahaan meliputi pertama, mampu bertindak kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pekerjaan melalui cara berfikir dan cara bertindak. Kedua, mampu memberdayakan potensi madrasah secara optimal ke dalam berbagai kegiatan-kegiatan produktif yang menguntungkan madrasah. Ketiga, mampu menumbuhkan jiwa kewirausahaan (kreatif, inovatif, dan produktif) di kalangan warga madrasah.
Inovasi kinerja seorang kepala madrasah atau kepala sekolah dapat dinilai pada kompetensi kewirausahaan atau entrepreneurship. Semangat kewirausahaan harus hadir pada diri pendidik, tenaga kependidikan pada satuan pendidikan masing-masing. Tentu, diharapkan pendidik dan tenaga kependidikan dapat menularkan pembelajaran berwirausaha pada peserta didik.
Kepala madrasah dapat merancang, menerapkan peluang apa yang bisa digiatkan sebagai inisiasi merdeka berkreasi. Ditegaskan, kewirausahaan adalah keberanian seseorang dalam menciptakan sesuatu yang baru dengan mengambil risiko dan ketidakpastian demi mendapatkan profit dan ketidakpastian melalui identifikasi peluang dan mengombinasikan sumber daya yang ada agar dapat dikapitalisasikan (Scarborough, Zimmerer dan Wilson, 2009).
Dari deskripsi kewirausahaan di atas sesungguhnya kepala madrasah harus berani dan bisa menggerakkan sumber daya yang ada untuk bersinergi. Tidak harus dengan modal yang besar untuk memulai sesuatu. Diagnosis kebutuhan dunia usaha dan mempertimbangkan lingkungan sekitar dengan hal yang sederhana itu sudah cukup.
Potret manajemen pembelajaran entrepreneurship di Madrasah Aliyah Negeri Karimun unik dan berbeda. Implementasi pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) di Madrasah Aliyah Negeri Karimun, Kepulauan Riau, mengangkat hal sederhana yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan itu membidik pelayanan jasa. Keterampilan menyetrika pakaian dalam konteks bisnis menjadi pengetahuan baru dan peluang usaha. Adapun tema kegiatan kreatif tersebut adalah “Yang Muda Smart Berkarya”.
Dimulai dengan membuat perencanaan waktu, tempat, peserta, peralatan yang dibutuhkan, prosedur kerja dan lain-lain. Dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran entrepreneurship. Pembelajaran entrepreneuship dilakukan di luar kelas pada pagi hari. Mengalokasikan waktu pembiasaan ditambah 1 jam pelajaran wajib. Menampilkan para model yakni guru, siswa yang terampil menyetrika pakaian dengan rapi dalam waktu yang singkat.
Program tersebut diikuti oleh seluruh warga madrasah termasuk kepala madrasah. Terakhir, melakukan refleksi terhadap kegiatan kewirausahaan. Dari data dan respon yang diberikan manajemen pembelajaran entrepreneurship memang diapresiasi baik. Semua ikut serta, banyak yang terlibat, memberi manfaat, dan yang paling penting terkesan fun learning. (ut/lis)
Pengawas Sekolah Madya Jenjang MA, Kabupaten Karimun, Kepri