RADARSEMARANG.COM, Pelajaran sejarah pada kurikulum merdeka belajar hanya diajarkan di kelas X dan XI. Dengan adanya perubahan kurikulum tersebut, maka harus ada perubahan paradigma pembelajaran sejarah dari situasi linier hafalan ke arah pemahaman moral kesejarahan dan nilai-nilai yang terkandung dari setiap peristiwa yang terjadi.
Keadaan ini memerlukan profesi bermakna bagi guru sejarah yang harus benar-benar dari latar belakang pendidikan sejarah. Termasuk di dalamnya perangkat pembelajaran di sekolah dan lingkup pendidikan yang lebih luas (Pratama, dkk. 2019: 118).
Dengan adanya guru yang berlatar belakang dari sejarah maka guru dapat mengemas materi pembelajaran dan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ada dengan baik sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran sejarah.
Salah satu komponen yang mendukung proses pembelajaran sejarah ialah dengan adanya sumber belajar. Menurut Cahyani (2019:6) sumber belajar adalah semua sumber baik berupa data, orang, dan wujud tertentu yang digunakan peserta didik dalam belajar, secara terpisah maupun secara kombinasi. Sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar ataupun mencapai kompetensi tertentu.
Pembelajaran sejarah dapat didukung dengan memanfaatkan benda-benda yang dekat dengan lingkungan sekitar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan respons dan minat peserta didik terhadap pelajaran sejarah yaitu dengan menciptakan pola pembelajaran yang sesuai dengan lingkungannya.
Hal ini disebabkan selama ini pembelajaran sejarah di sekolah kurang banyak diminati oleh peserta didik. Pembelajaran sejarah dianggap pembelajaran yang membosankan karena cenderung hafalan. Selain itu karena materi yang diajarkan berkaitan dengan kehidupan manusia pada masa lalu.
Berbeda dengan mata pelajaran yang lain yang cenderung membahas pada materi terkini. Ditambah dengan guru sejarah yang kurang profesional, hanya menyampaikan materi secara text book, tanpa variasi, monoton, kurang humor dan tetap menggunakan metode ceramah yang membosankan. Hal ini menambah keengganan peserta didik untuk belajar sejarah (Sudrajat dan Mulyadi, 2020: 153).
Untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi pengaruh dan masuknya agama Hindu Buddha di Indonesia, di SMK Negeri 2 Temanggung memanfatkan Situs Liyangan sebagai sumber belajar. Situs Liyangan terletak di Dusun Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Situs ini peninggalan dari kerajaan Mataram Kuno dan meninggalkan berbagai peninggalan yang kompleks pada masanya. Pemukiman Situs Liyangan terdiri dari tiga area meliputi hunian, pemujaan dan pertanian. Dalam situs ini juga mengajarkan tentang peradaban modern leluhur dan mengajarkan mitigasi bencana dengan kearifan serta kecerdasan yang dimiliki oleh nenek moyang.
Secara kornologis peradaban Liyangan kuno berada pada rentang waktu II-XI, bahkan sebelum unsur budaya India, hingga masa kerajaan Mataram Kuno (Riyanto Sugeng, 2017:142). Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah. Pemerintahan dari kerajaan ini berlangsung dari abad VIII – X Masehi, tepatnya sejak berkuasanya raja Mataram Sang Ratu Sanjaya pada tahun 717.
Kesimpulannya, Situs Liyangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar dapat menambah khazanah pustaka kependidikan, mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran sejarah serta memberikan sumbangsih informasi tentang pemanfaatan sumber belajar siswa.
Manfaat praktis, bagi siswa memberikan pengetahuan siswa tentang situs peninggalan masa lalu di daerahnya. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran sejarah melalui pemanfaatan sumber belajar berupa situs peninggalan masa lalu.
Siswa memperoleh pengalaman belajar sejarah secara langsung sesuai lingkungannya dan memahami peninggalan sejarah di daerahnya. (uj1/lis)
Guru Sejarah SMK Negeri 2 Temanggung