RADARSEMARANG.COM, PEMERINTAH telah mengeluarkan Permendiknas 23/2006 tentang standar keberhasilan pendidikan yang juga sebagai standar keberhasilan pendidikan sebagai standar hasil pendidikan karakter.
Standar secara umum ini berhubungan dengan perilaku sesuai kerakter yang diinginkan yaitu, 1) berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut, 2) berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan social, 3) menghargai keberagaman agama, suku, ras dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global, dan 4) membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan nilai-nilai Pancasila.
Dalam pembelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan di SMK Negeri 10 Semarang di kelas X semester gasal dengan capaian pembelajaran (CP), peserta didik dapat membandingkan cara pandang para pendiri bangsa tentang rumusan Pancasila, mengidentifikasi peluang dan tantangan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan global, dan mengkaji penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Sedangkan tujuan pembelajarannya adalah peserta didik mengklasifikasikan, memilih dan menunjukkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari secara kontektual.
Untuk itu model pembelajaran TCL (Contextual Teaching Learning) yang paling efektif diterapkan karena mampu merangsang integritas siswa. Salah satu mata pelajaran di tingkat pendidikan menengah, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan berpikir, berperilaku, dan keterampilan dengan berinteraksi dalam keragaman realitas sosial dan budaya berdasarkan nilai-nilai moralitas.
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai pendekatan pembelajaran yang menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual juga menjadikan pengalaman menjadi relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup.
Jika diletakkan secara kontek, pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dengan cara menaikkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antarpengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat dan keluarga. Dimana siswa ikut aktif mengembangkan pengetahuan sebelumnya.
Menurut Komari Anwar (2010), pendidikan adalah proses internalisasi nilai-nilai budaya ke dalam diri sesesorang dan masyarakat sehingga orang dan masyarakat beradab. Inti dari nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah Pancasila.
Pancasila merupakan nilai dasar yang menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila sangat berfungsi dalam membentuk karakter bangsa.
Menurut Notonagoro (1983:26–28), Pancasila merupakan inti dari nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat yang berasal dari kebudayaan, kebiasaan, dan agama. Di dalam Pancasila terdapat beberapa nilai dasar yaitu nilai-nilai yang mendasari kehidupan manusia, nilai instrumental yang merupakan arahan, kebijakan, strategi sasaran, serta lembaga pelaksanaanya.
Nilai praksis yaitu realisasi pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, bangsa, dan negara. Tiga nilai inilah yang menjadi dasar pembentukan karakter peserta didik. Pada model pembelajaran CTL merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna.
Hal ini menyebabkan pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional hanya berfokus pada materi yang bisa dihafal.
Pada pembelajaran kontekstual memungkinkan peserta didik aktif, berkembang sesuai dengan potensinya. Sasaran utama CTL adalah mendorong siswa untuk mencapai keunggulan akademik memperkokoh keterampilan dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan guru pada penerapan model pembelajaran CTL dalam proses kegiatan belajar mengajar adalah 1) guru mengarahkan siswa untuk mengembangkan pemikirannya melakukan kegiatan belajar yang bermakna, berkesan dengan cara meminta siswa bekerja sendiri dan mencari serta menemukan sendiri jawabnya, kemudian memfasilitasi siswa untuk mengonstruksi sendiri pengetahuannya dan keterampilannya yang baru saja ditemuinya.
2) dengan bimbingan guru, siswa diajak menemukan suatu fakta dari permasalahan yang disajikan guru atau dari materi yang diberikan guru, 3) memancing reaksi siswa untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan dengan tujuan untuk mengenbangkan rasa ingin tahu siswa, 4) guru membentuk kelas menjadi beberapa kelompok untuk melakukan diskusi dan tanya jawab.
5) guru mendemonstrasikan ilustrasi/gambaran materi dengan model atau media yang sebenarnya, 6) guru bersama siswa melakukan refleksi atas kegiatan yang telah dilakukan, dan 7) guru melakukan evaluasi yaitu menilai kemampuan siswa yang sebenarnya.
Dari ketujuh langkah tersebut, guru dapat memodifikasi lebih sesuai dengan kebutuhan siswa, namun tidak menghilangkan beberapa langkah yang sudah ada dengan urut-urutan yang terpadu. (ko/ida)
Guru SMK Negeri 10 Semarang