RADARSEMARANG.COM, Optimistis adalah sikap atau perilaku yang ditunjukkan dengan adanya keyakinan dan harapan setiap kali menghadapi masalah hidup. Termasuk menghadapi masalah keluarga maupun masalah sekolah.
Seseorang yang punya sikap optimistis cenderung memiliki keyakinan bahwa semua hal selalu terjadi bukan tanpa alasan, bisa jadi ada pembelajaran baik di baliknya. Ada hikmah di balik semua yang telah terjadi.
Duffy, dkk (dalam Ghufron, 2010) berpendapaat bahwa optimisme membuat individu mengetahui apa yang diinginkan. Inividu tersebut dapat dengan cepat mengubah diri agar mudah menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya sehingga dirinya tidak menjadi kosong.
Optimistis membuat individu memiliki energi tinggi, bekerja keras untuk melakukan hal yang penting. Pemikiran optimisme memberi dukungan pada individu menuju hidup yang lebih berhasil dalam setiap aktivitas. Orang optimistis akan menggunakan semua potensi yang dimilikinya.
Menurut Ki Hajar Dewantara manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang.
Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.
Di tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, anak makin bersikap individualis.
Mereka gandrung teknologi, asyik dan terpesona dengan penemuan atau barang baru dalam bidang iptek yang serba canggih. Sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi manusia dan melupakan aspek sosialitas dirinya.
Tidak jarang saat menjumpai masalah yang sedikit mengganggu anak mudah menyerah, putus asa, bahkan menjadi stres.
Menurut Bonnie Harris, M.S.Ed., dalam bukunya Confident Parents Remarkable Kids, sebagai orang tua hendaknya berhati-hati dalam menilai sikap dan kemampuan anak. Apalagi anak-anak merupakan bagian dari masyarakat.
Di masa mendatang mereka akan turut berperan dalam perkembangan kehidupan bangsa, negara, bahkan dunia. Oleh karena itu, pembentukan diri seorang anak sangat penting diperhatikan.
Orang tua perlu mengenali penyebab anak pesimis, mudah menyerah, putus asa, bahkan menjadi stres. Di antaranya adalah kemungkinan mereka mempunyai masalah emosional, takut gagal, kurang motivasi, pergulatan kekuasaan, pengaruh teman, ingin hidup senang, atau kurang pandai mengatur waktu.
Dalam Journal of Personality and Social Psychology disebutkan manfaat sikap optimistis yaitu mengurangi tingkat stres karena orang yang optimistis mampu melihat adanya potensi baik di dalam diri mereka sendiri. Lebih berani mengambil risiko, dan membuat suasana yang lebih positif dalam hidup sehingga stres bisa berkurang secara perlahan.
Memiliki kemampuan menyelesaikan masalah yang baik karena mereka menemukan cara yang efektif, menghadapi masalah sejak awal dan mencari metode yang paling efektif untuk membantu mengurangi efek negatif dari munculnya masalah. Mengadaptasi dan mencoba hal baru, mendatangi dan sharing dengan orang yang bermasalah sama untuk memperoleh jawaban dari masalahnya.
Memiliki kehidupan sosial lebih baik karena sifat optimistis lebih disukai oleh orang di sekitar. Membawa lebih banyak teman sekaligus mengurangi terjadinya interaksi sosial yang tidak diharapkan, dan lebih mampu menjaga relasi mereka dengan orang lain.
Sikap optimistis tidak bisa serta-merta muncul begitu saja pada anak. Namun harus ditumbuhkan dan dilatih. Beberapa peristiwa yang mungkin terjadi pada anak dapat mencerminkan kepada orang tua apakah anak optimistis atau pesimis. Untuk kehidupan yang lebih baik, marilah senantiasa tumbuhkan sikap optimistis pada anak maupun peserta didik.
Individu yang optimistis akan selau berusaha menggapai pengharapan dengan pemikiran positif. Yakin akan kelebihan yang dimiliki, biasa bekerja keras menghadapi stres dan tantangan sehari-hari secara efektif, berdoa. Dan mengakui adanya faktor keberuntungan dan faktor lain yang turut mendukung keberhasilannya. (ut/lis)
Guru SDN Beningan, Candimulyo, Kabupaten Magelang