26 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Menurunkan Indisipliner Siswa dengan Merdeka Belajar Data

Oleh : Suneki M.Pd.

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, HARAPAN orang tua, masyarakat terhadap proses belajar mengajar tidaklah jauh berbeda. Singkatnya anak lulus lalu diterima kuliah di perguruan tinggi impiannya dan mudah mendapatkan pekerjaan yang upahnya tinggi. Namun tak sedikit dari mereka yang mengabaikan proses pembelajaran.

Apalagi di era digitalisasi, banyak orang tua dan anak yang menerjemahkan gadget bukan sekedar untuk pemraktisan kerja tetapi lebih kepada penggampangan. Orientasi utama mereka pada hasil bukan pada proses, mereka lebih nyaman dengan proses demokratisasi dari pada proses editorialisasi.

Demikian juga dengan siswa ampuan penulis, siswa kelas XII IPS1 SMA Negeri 7 Semarang saat belajar matematika materi statistika. Setiap kali mendapat tugas atau pertanyaan, langsung googling untuk mendapatkan jawaban tanpa pemahaman. Bentuk perilaku indisipliner ini tidak lahir dengan sendirinya, melainkan kebiasaan yang telah terjadi pada periode waktu sebelumnya.

Jika individu sudah terbiasa praktik indisipliner sejak usia dini baik melalui pengamatan serta perilaku konkret dari model yang di sekelilingnya, maka individu itu relative tumbuh kembang dengan perilaku indisipliner.

Lemahnya tingkat kesadaran akan pentingnya perilaku disiplin, sehingga siswa nyaman dengan perilaku indispliner. Itu menjadi kebiasaan dalam segala aktivitasnya. Saat pembelajaran berlangsung, perilaku indispliner siswa antara lain, terlambat masuk kelas, membolos, berbohong, tidak mengikuti instruksi, terlambat mengumpulkan tugas, pasif selama pembelajaran, tidak mengerjakan tugas presentasi, merokok, membuat keributan di luar tema materi, menyontek, dan melanggar aturan sekolah.

Menurut Nadhirah (2015) ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku indisipliner yakni faktor internal & faktor eksternal. Faktor internal yakni konsep diri, efikasi diri, inteligensi, kecemasan & gender. Faktor eksternal yakni kolompok sebaya, tekanan untuk mendapat peringkat, nilai tertinggi, dan jenis materi yang diujikan.

Akibat indisipliner, siswa menjadi miskin performa dan prestasi akademik, karena sejalan dengan model pembelajaran student centered learning serta pada proses penilaian otentik. Faktor eksternal, guru perlu mengeksplorasi model pembelajaran merdeka belajar, meskipun siswanya masih mengikuti kurikulum 2013.

MERDEKA (Motor activities, Emotional activities, Resonant happiness, Declaration, Environment, Kindred spirit, Achievment) belajar dapat menarik minat siswa. Motor activities, yakni aktivitas seperti melakukan percobaan membuat model/konstruksi.

Organ motorik siswa yang banyak dikendalikan otak kanan lebih banyak beraktivitas sehingga harapannya aktivitas otak kiri dan otak kanan seimbang. Emotional activities merupakan kegiatan menaruh minat, memiliki ketenangan. Kontrol orang tua terhadap penggunaan gadget sangat mempengaruhi kontrol emosi siswa.

Banyaknya teman di dunia maya yang tampaknya lebih indah dari aslinya. Bahkan sangat menguras stamina emosi siswa, karena kuantitas dan kualitas teman sudah berlipat kali dibanding era 50-80an. Resonant happiness, menciptakan suasana belajar yang bergembira memantik kegembiraan siswa lain, sehingga dulu sekolah disebut taman siswa. Artinya, taman merupakan tempat yang menyenangkan dengan segala aktivitas di dalamnya.

Demikian juga di pagi hari, saat ia terbangun pasti ingin segera sampai di sekolah untuk bertemu dengan teman sebayanya mengerjakan aktivitas lanjutannya. Declaration, siswa mendeklarasikan diri sebagai agen peradaban senantiasa menyatakan diri siap belajar untuk memperkecil perbedaan percepatan perubahan peradaban dan kompetensi warga sehingga meminimalkan kesenjangan ekonomi, sosial, intelektual serta kultural. Environment, lingkungan belajar yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial senantiasa menjadi objek sekaligus subjek pembelajaran.

Kindred spirit seseorang yang jiwa semangat dan pemikiran positifnya sama dengan kita. Achievment, capaian pembelajaran lebih komprehensif karena kolaborasi lebih diutamakan daripada kompetitif. Mereka dibiasakan mampu berkomunikasi secara sehat berdasarkan data yang akurat.

Saat belajar data statistika siswa diminta googling tentang banyaknya lulusan SMA yang belum mendapatkan pekerjaan dan atau belum mendapatkan tempat kuliah. Dari data ter-update, mereka mulai menyadari rendahnya semangat belajar akan menambah jumlah kumulatif pengangguran di tahun mendatang. Semangat belajar dan kedisplinan mereka mulai bertumbuh karena kebutuhan dan kesadaran pribadi.

Manifestasi perilaku disiplin adalah siswa aktif, konsisten, dan bertanggung jawab terhadap segala tuntutan tugas yang diemban tanpa adanya paksaan dan motivasi eksternal. Selain itu, disiplin akan menciptakan kemauan untuk bekerja secara teratur, membuat peserta didik memiliki kecakapan cara belajar yang baik.

Ini merupakan proses kearah pembentukan watak yang baik serta dapat meningkatkan performa dan prestasi akademik siswa. (*/ida)

Guru Matematika SMA Negeri 7 Semarang


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya