RADARSEMARANG.COM, Menjadi pendidik di era generasi Z bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi bagi seorang guru matematika. Guru matematika harus berhadapan dengan stigma yang selama ini beredar bahwa matematika itu sulit dan pertanyaan besar “Apa gunanya matematika dalam kehidupan sehari-hari?”
Tantangan lainnya datang dari karakteristik peserta didik masa kini, generasi Z. Ciri dari generasi ini adalah lebih aktif, cenderung cepat bosan dan kritis. Guru dituntut untuk selalu mengembangkan diri dan meningkatkan potensi untuk lebih fleksibel dan dinamis dalam mempersiapkan pembelajaran yang menarik, variatif dan bermakna.
Guru dapat berkreasi saat menentukan metode, model, ataupun pendekatan pembelajaran untuk menciptakan pembelajaran yang lebih variatif dan bermakna sehingga lebih diterima peserta didik masa kini. Salah satu kombinasi pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan pendekatan kontekstual.
Ibrahim dan Nur (2010) mengemukakan tahapan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran dengan model PBL ada lima fase. Yaitu pertama, orientasi peserta didik kepada masalah, kedua, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar.
Ketiga, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Sedangkan pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan yang melibatkan peserta didik agar mampu menghubungkan materi pembelajaran dengan kehidupun sehari-hari. Kombinasi model pembelajaran PBL dan pendekatan kontekstual ini dapat menjawab beberapa tantangan guru matematika dalam merencanakan pembelajaran.
Masalah yang disajikan kepada peserta didik pada fase PBL pertama sebisa mungkin adalah masalah sehari-hari yang dekat dengan kehidupan peserta didik. Fase ini bertujuan untuk menarik perhatian dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Pada pembelajaran ini peserta didik juga diarahkan untuk melakukan penyelidikan individu maupun kelompok sehingga menemukan konsep sendiri. Pada fase ini peserta didik akan mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga konsep yang didapatkan tidak sekadar hafalan. Pada fase keempat peserta didik diberi kesempatan untuk presentasi dan diskusi dengan bimbingan guru sehingga peserta didik terlibat aktif dan tidak akan merasa bosan.
Hasil penelitian Halean, H., Pitoy, C., dan Mangobi, J. U. (2021) dengan judul “Penerapan Model PBL dengan Pendekatan Kontekstual pada Pembelajaran Matematika Materi PLDV” menyatakan bahwa hasil belajar peserta didik yang diajar menggunakan model Problem Based Learning dengan pendekatan kontekstual mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi dari pada nilai rata-rata peserta didik yang tidak diajar menggunakan model Problem Based Learning dengan pendekatan kontekstual.
Berdasarkan pendapat ahli dan analisis di atas, maka model pembelajaran Problem Based Learning dengan pendekatan kontekstual dapat dikategorikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang mampu menjawab tantangan dunia pendidikan masa kini.
Model pembelajaran ini tidak hanya bisa meningkatkan motivasi belajar dan keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran, tetapi juga mampu memberikan pengalaman belajar yang bermakna sehingga akan mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik utamanya generasi Z. (*/lis)
Guru Matematika SMAIT Ihsanul Fikri Mungkid, Kabupaten Magelang