28 C
Semarang
Monday, 16 June 2025

Memudahkan Belajar Sejarah dengan Pembelajaran CIRC

Oleh : Dra. Siti Peni Lestari,

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Model pembelajaran konvensional mengarahkan diarahkan siswa mengejar target nilai. Sehingga siswa terus dipacu belajar ekstra. Akhirnya, aktivitas guru lebih dominan dari siswa.

Seringkali dalam proses pembelajaran, siswa hanya menghafal ilmu pengetahuan yang disampaikan guru, bukan memahaminya. Proses belajar mengajar menjadi membosankan dan tak menyenangkan.

Dalam pembelajaran sejarah, siswa lebih diarahkan kepada kegiatan yang mendorong belajar aktif. Baik secara fisik, sosial maupun psikis dalam memahami konsep. Oleh karena itu, pembelajaran sejarah hendaknya guru menggunakan model pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas siswa.

Melalui aktivitas yang dilakukan siswa diharapkan dapat menimbulkan rasa senang dan antusias dalam belajar. Akhirnya pemahaman konsep sejarah semakin meningkat.

Namun, tidak demikian yang terjadi di SMKN 1 Semarang khususnya kelas XI TM1 pada kompetensi dasar pengaruh kehidupan politik, sosial dan budaya pemerintah kolonial terhadap kehidupan masyarakat Indonesia kini.

Hasil tes ulangan harian terakhir siswa sebelum dilaksanakan tindakan kelas menunjukkan persentase ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 33,4 persen. Siswa yang tidak tuntas 25 siswa dan siswa yang tuntas sebanyak 10 siswa.

Salah satu penyebab rendahnya aktivitas belajar siswa adalah pembelajaran yang berpusat kepada guru (Teacher Center). Pembelajaran lebih banyak didominasi guru. Sehingga perlu ada alternative model pembelajaran lain. Yaitu pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) yang dapat berpengaruh dalam penguasaan materi.

Suprijono, 2010:(100-101) inti dari model ini adalah guru membagi siswa dalam beberapa kelompok terdiri 4 sampai 6 anak yang bersifat heterogen. Guru memberikan wacana atau kliping sesuai topik pembelajaran.

Tiap kelompok diminta menemukan ide pokok dari masing-masing wacana atau kliping yang diberikan guru. Setelah siswa berdiskusi, salah satu anggota kelompok diminta mempresentasikan atau membacakan hasil kerja kelompoknya.

Penelitian ini terdiri dua siklus, masing terdiri 2 pertemuan. Refleksi tindakan kelas siklus I dilakukan setelah pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan. Siklus I merupakan siklus awal, kegiatan proses belajar mengajar belum bisa dikatakan berhasil karena aktivitas belajar siswa yang diperoleh prosentase sebesar 71 persen. Nilai tersebut dalam kategori baik dan ketuntasan klasikal yang diperoleh siswa masih kurang dari 80 persen.

Dari hasil evaluasi akhir siklus I diperoleh rata-rata nilai sebesar 60,72 dengan ketuntasan klasikal 56,4 persen. Secara garis besar pelaksanaan siklus I berlangsung cukup baik. Tetapi dengan aktivitas belajar siswa yang masih dalam kategori baik dan standar pencapaian kognitif sekurang-kurangnya 80 persen belum terpenuhi.

Maka perlu diulang kembali untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan pada siklus I agar meningkatnya keaktifan siswa dalam kategori baik sekali dan ketuntasan belajar yang sekurang-kurangnya mencapai 80 persen pada siklus berikutnya.

Refleksi tindakan kelas siklus II dilakukan setelah pelaksanaan tindakan siklus II selesai dilakukan. Siklus II dihentikan karena dipandang sudah lebih baik dan semua indikator pembelajaran sudah dapat dikuasai oleh siswa.

Hal ini dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa yang sudah dalam kategori baik sekali sebesar 89 persen dan hasil tes evaluasi siklus II yang diperoleh siswa lebih baik atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Oleh karena itu, maka tindakan kelas cukup sampai pada siklus II.

Berdasarkan hasil observasi tindakan kelas siklus II dapat diketahui pelaksanaan tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition pada siklus II berjalan lebih lancar. Hal ini dikarenakan siswa sudah paham dan pengalaman dalam pelaksanaan diskusi kelas.

Berdasarkan hasil perhitungan aktivitas siswa selama pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition pada siklus II mengalami peningkatan yaitu diperoleh persentase sebesar 89%, nilai tersebut dalam kategori baik sekali.

Pada siklus II dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 78 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 87 persen dan memenuhi standar ketuntasan klasikal sebesar 80 persen.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas. Hasil peningkatan aktivitas belajar dapat dilihat dari masing-masing siklus. Yaitu siklus I persentase aktivitas belajar siswa sebesar 71 persen dalam kategori baik. Sedangkan siklus II naik menjadi 89 persen dalam kategori baik sekali.

Penggunaan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai tes evaluasi dari masing-masing siklus yaitu pada siklus I nilai rata-rata siswa sebesar 60,72 sedangkan pada siklus II naik menjadi 78. Ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 56,4 persen dan pada siklus II mengalami kenaikan menjadi 87 persen.

Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition dapat mendorong siswa lebih aktif. Untuk itu guru dapat menerapkan strategi pembelajaran ini untuk meningkatkan partisipasi siswa secara lebih aktif. (ko2/fth)

Guru SMKN 1 Semarang


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya