RADARSEMARANG.COM, Pendidikan karakter sebagai tujuan pendidikan nasional tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 pada bab 1 pasal 1 ayat 1 tentang sistem pendidikan nasional.
Disebutkan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Ki Hadjar Dewantara dalam Kongres Taman Siswa (1930) mengatakan pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.
Pendidikan adalah usaha sadar dalam proses pembelajaran baik dari segi akademik maupun non-akademik dengan tujuan para peserta didik mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, sikap dan perilaku menjadi lebih baik.
Proses pendidikan karakter perlu dilakukan sejak dini dan sudah harus dimaksimalkan pada usia sekolah dasar. Teknologi digunakan dalam dunia pendidikan karena membantu proses pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan. Teknologi juga digunakan sebagai alat komunikasi antara pendidik dan peserta didik. Namun, teknologi mempunyai dampak positif maupun negatif dalam ranah pendidikan.
Banyaknya kasus cyberbullying, tawuran antarpelajar, kekerasan bahan pelecehan seksual pada anak merupakan lemahnya karakter bangsa. Karakter bangsa yang baik harus dibentuk sedini mungkin agar masyarakat mampu menanamkan sifat-sifat dan perilaku yang baik sehingga dapat menekan angka kriminal.
Pada zaman digital, anak usia sekolah dasar sudah bisa mengoperasikan ponsel, komputer, video game dan lain-lain. Sebagai seorang pendidik dan orang tua, harus menjadi panutan dan role model yang baik demi membentuk kepribadian dan karakter yang baik.
Sebagai pendidik ataupun orang tua sudah seharusnya menjadi pengawas dan pembimbing yang baik untuk anak-anak dalam mendapatkan infromasi. Apalagi usia anak sekolah dasar belum mampu membedakan dengan baik mana yang baik dan yang buruk.
Dikhawatirkan, dengan teknologi, anak-anak justru terkena dampak negatif dari teknologi itu sendiri karena kurangnya pantauan pendidik maupun orangtua.
Peran guru sebagai teladan dalam budaya karakter di sekolah. Guru mempersiapkan berbagai pilihan dan strategi untuk menanamkan setiap nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan ke dalam mata pelajaran yang diampunya.
Guru dapat memilih cara-cara tertentu dalam proses pembelajarannya. Seperti menyampaikan berbagai kutipan yang berupa kata-kata mutiara atau peribahasa yang berkaitan dengan karakter, cerita pendek, diskusi kelompok, membuat karangan pendek dan sebagainya.
Setiap sekolah hendaknya menentukan kegiatan khusus yang dapat mengikat guru untuk melakukan kegiatan tersebut secara berkelanjutan.
Karakter seseorang akan terbentuk bila aktivitas dilakukan berulang-ulang secara rutin hingga menjadi suatu kebiasaan, yang akhirnya tidak hanya menjadi suatu kebiasaan saja tetapi sudah menjadi suatu karakter.
Maka, pendidikan karakter harus dilakukan sedini mungkin agar anak mampu menanamkan karakter yang baik sehingga mereka bisa membawanya hingga usia dewasa. Pendidikan karakter di sekolah dapat diterapkan pada semua mata pelajaran.
Setiap mata pelajaran yang berkaitan denga norma-norma perlu dikembangkan dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Peran guru di sekolah bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik.
Peran guru sebagai role model dalam pandangan anak sehingga guru akan menjadi patokan bagi sikap anak didik. Guru tidak hanya mengajarkan konsep karakter yang baik, tetapi mengarahkan peserta didik untuk dapat mengimplementasikan pada kehidupam sehari-hari. (gp/lis)
Guru SDN Kedungpatangewu, Kec. Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan