27 C
Semarang
Sunday, 15 June 2025

Penugasan Pembelajaran Speaking Pasca Pandemi

Oleh: Siti Hudatul Muniroh, M.Pd.

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Speaking (berbicara) merupakan keterampilan berbahasa yang kedua setelah listening yang harus dikuasai oleh peserta didik pada pembelajaran bahasa Inggris.

Speaking adalah proses membangun dan berbagi makna melalui penggunaan simbol-simbol verbal dan non-verbal dalam berbagai konteks (Chaney, 1998:13 dalam https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/).

Sebagai guru bahasa Inggris, sebaiknya kita selalu berupaya untuk meningkatkan kemampuan komunikatif mereka, tidak hanya dengan memberikan pengulangan latihan dan menghafal dialog. Dengan teknik yang tepat diharapkan skill berbicara peserta didik akan meningkat.

Dalam rangka untuk mengajar pembelajar bahasa kedua bagaimana berbicara dengan cara yang terbaik, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan skill berbicara. Guru harus menciptakan lingkungan kelas dimana siswa memiliki komunikasi seperti kehidupan nyata, kegiatan otentik, dan tugas-tugas bermakna. Hal ini dapat terjadi ketika siswa berkolaborasi dalam kelompok untuk mencapai suatu indikator atau menyelesaikan sebuah tugas (https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/).

Banyak orang mengatakan bahwa pandemi telah banyak memberikan dampak pada permasalahan bangsa. Dalam konteks pendidikan, terutama dalam pembelajaran bahasa Inggris, lebih khusus lagi pembelajaran speaking, dampak pandemi sangat terasa.

Namun, dampak ini justru memunculkan kreativitas para guru dalam memanfaatkan kecanggihan dan perkembangan teknologi yang luar biasa pesatnya pada masa pandemi. Ketika pembelajaran sudah dilaksanakan secara luring seperti saat ini, banyak guru dan peserta didik telah “nyaman” dengan pembelajaran daring. Sehingga guru dan peserta didik masih tetap memanfaatkan IT sebagai media pembelajaran.

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris peserta didik, penulis ingin berbagi pengalaman. Guru dapat menerapkan teknik pembelajaran “DRV” yaitu discussion and roleplay by video. Penulis telah mempraktikkan teknik ini dengan hasil yang lebih efektif daripada roleplay atau bermain peran secara langsung dan peserta didik lebih menyukai ini.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah: pertama, brainstorming. Guru menyampaikan kompetensi apa yang akan dicapai sesuai materi speaking yang sedang dibahas, misalnya asking for and giving advice, opinion, agreement and disagreement, offering help, dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan apa saja yang sesuai perlu diperkenalkan kepada peserta didik secara jelas. Kedua, membentuk kelompok 4-5 peserta didik. Mereka melakukan diskusi kelompok tentang tema yang mereka pilih atau diberikan oleh guru, membagi peran masing-masing anggota kelompok.

Dengan bimbingan guru, peserta didik dalam kelompok membuat skenario dan menyusun dialog. Guru mengizinkan siswa mencari referensi dari internet. Diharapkan muncul ide-ide kreatif yang dipersiapkan untuk bermain peran. Ketiga, bermain peran. Peserta didik boleh memilih bermain peran secara langsung atau dengan membuat video. Keempat, mengirimkan video ke Google Drive yang telah dipersiapkan oleh guru. Apabila mereka memilih membuat video, inilah yang dimaksud dengan teknik DRV.

Rata-rata peserta didik yang penulis ampu di SMA Negeri 1 Kota Mungkid memilih membuat video. Mereka beralasan, dengan bermain peran di depan kamera, lebih percaya diri, bisa bebas berekspresi dan berkreasi tanpa rasa malu. Inilah dampak dari pembelajaran di masa pandemi.

Fasilitas yang dipakai untuk membuat video hanya dengan menggunakan cellphone yang mereka miliki ditambah dengan properti sederhana dan mudah didapatkan. Guru juga bisa menilai kapan saja dan di mana saja pada waktu luang. Teknik pembelajaran DRV ini menyenagkan peserta didik dan guru. Bila belajar dilaksanakan dengan senang dan nyaman, maka hasilnyapun akan lebih bisa dirasakan. (ut/lis)

Guru Bahasa Inggris SMAN 1 Kota Mungkid, Kabupaten Magelang


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya