RADARSEMARANG.COM, Scrable merupakan permainan menyusun huruf menjadi kata. Permainan ini tidak berasal dari Indonesia. Pada dasarnya permainan scrable adalah menyusun kata dari kartu huruf yang tersedia.
Pada versi aslinya, kata yang disusun harus terkait huruf satu sama lainnya sehingga tidak asal dalam menyusun kata. Sedangkan pada bahasan ini, penulis ingin memberikan model pengembangan untuk mudah dipahami pada siswa kelas rendah, yaitu kelas 1 sampai kelas 3.
Siswa kelas rendah berusia antara 6-9 tahun, pada usia ini keterampilan menulis anak masih berkembang dalam tahap menulis awal. Kata yang mampu ditulis merupakan kata dasar yang mudah. Pada usia ini anak belum mahir menulis kata yang mengandung huruf ganda (jamak) semisal “ny”, “mb”, “nt” dsb. Anak masih bingung untuk dapat menulisan kata yang mengandung huruf jamak tersebut.
Jika didiktekan, masih banyak siswa yang salah dalam menulis. Sebagai contoh kata yang seharusnya : membantu. Ditulis siswa : mebatu. Hal tersebut jamak terjadi pada siswa kelas 1, 2 dan 3. Apabila guru terlalu menuntut siswa harus sempurna, maka siswa yang demikian akan mendapat nilai nol (0).
Padahal belum tentu anak tersebut adalah anak yang bodoh, hanya dalam penguasaan menulis kurang/pelu dilatih. Atau mungkin jika gurunya masih muda dan baru mengetahui adanya kelainan yang disebut diselexya maka guru akan mudah memvonis bahwa siswa itu terkena diselexya. Bila sudah terjadi kesalahan dalam menilai dan memvonis akan terjadi efek domino yang merugikan siswa.
Scrable merupakan permainan menyusun kata yang terangkai. Jika menggunakan permainan scrable secara utuh, akan sukar karena permainan ini untuk kelas yang lebih tinggi. Maka, perlu modifikasi agar sesuai dengan tahap perkembangan daya tangkap siswa.
Permainan dimulai dari siswa diberikan banyak huruf yang akan dirangkai yang terdapat dalam satu kardus untuk satu kelas. Semua huruf merupakan huruf kecil, bukan huruf kapital karena menggunakan huruf kapital baru ada di kelas 2 semester 2. Kemudian siswa diberikan gambar benda atau kegiatan yang akan ditulis. Pada tahap awal, guru akan memancing siswa utuk menyebutkan benda atau kegiatan tersebut. Kemudian siswa disuruh menyusun kata dari gambar yang ditunjukkan dengan huruf yang tersedia di kardus.
Suasana kelas akan meriah dan gaduh karena siswa berebut huruf dalam kardus. Sebaiknya guru cukup mengawasi agar tidak ada yang cedera selain juga harus menilai dan mengoreksi serta memberikan kata yang benar pada siswa yang sudah selesai menyusun kata. Guru tidak boleh terlalu jauh megintervensi siswa dalam memilih huruf.
Siswa dibiarkan kreatif dalam memilih dan memiliki jiwa pantang menyerah dalam mencari huruf tersebut. Karena ini permainan, tentu saja akan ada siswa yang tidak ke bagian huruf. Untuk konsekuensi atau kebijakan guru kepada siswa yang tidak memperoleh huruf adalah bebas sesuai kreativitas guru.
Setelah siswa selesai menyusun kata, siswa diminta menuliskannya dalan lembar kertas yang besar kata yang telah dirangkai tadi. Seperti dalam menyusun kata, dalam menulis kata pun, bagi siswa yang salah atau yang benar akan diberikan konsekuensi sesuai kebijakan dan kreativitas guru.
Permainan diulang terus sampai siswa dirasa cukup menguasai keterampilan menulis sesuai tingkat kelasnya. Hakikatnya, kegiatan ini adalah memberikan proses pembelajaran dan pengajaran yang berulang tapi menyenangkan serta tidak membosankan.
Apapun di dunia ini, sesempurna apapun pasti ada kelemahannya. Setiap kegiatan pembelajaran yang memerlukan media berupa benda pasti akan mengeluarkan biaya, tidak terkecuali permainan modifikasi scrable. Guru juga dituntut lebih kreatif dan cerdas dalam memilih kata yang sesuai tingkat kelasnya.
Jika guru belum memahami benar maka akan terjadi blunder dalam kegiatan permainan ini. Namun, semua hambatan atau kelemahan akan mudah diatasi dengan kesiapan dan kesigapan guru dalam mengelola pembelajaran. (gp/lis)
Guru SDN Kedungkebo, Pekalongan