27 C
Semarang
Sunday, 15 June 2025

Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Bercerita

Oleh : Dwi Haryanti, S.Pd.

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan di negeri ini.

PAUD menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini (Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, 10).

Di TK Dharma Siwi Desa Pakem, Kecamatan Gebang, Kabupatan Purworejo, untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasi anak usia dini, salah satunya lewat metode bercerita. Metode bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan, informasi atau sebuah dongeng belaka yang bisa dilakukan secara lisan atau tertulis.

Cara penuturan cerita tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat peraga atau tanpa alat peraga. Anak usia dini menyukai tuturan cerita atau ia sendiri mulai senang untuk menuturkan cerita. (Winda Gunarti, dkk. 2008 : 5.3).

Cerita disajikan untuk anak usia dini tentu saja harus sesuai dengan dunia kehidupan mereka. Isi cerita harus bersumber dari pengalaman sehari-hari yang mungkin dialaminya atau hal-hal sederhana yang mudah dicerna oleh tahapan berpikirnya.

Untuk teknik bercerita terbagi menjadi dua jenis yaitu: pertama, bercerita tanpa alat peraga. Yakni, bercerita tanpa alat peraga dapat diartikan sebagai kegiatan bercerita yang dilakukan oleh guru atau orang tua tanpa menggunakan media atau alat peraga yang bisa diperlihatkan pada anak.

Kedua, bercerita dengan alat peraga. Yakni, bercerita dengan menggunakan alat peraga berarti kita menggunakan media atau alat pendukung untuk memperjelas penuturan cerita yang kita sampaikan.

Bisa menggunakan alat peraga langsung, yaitu bercerita menggunakan alat peraga asli sesuai dengan kenyataannya. Bisa juga menggunakan alat peraga tidak langsung. Yakni, bercerita dengan menggunakan alat peraga atau media bukan asli atau tiruan.

Salah satu contohnya adalah bercerita menggunakan buku cerita. Buku cerita ini sebagai alat peraga pendukung cerita. Ini sering disebut kegiatan membacakan cerita, karena buku cerita yang kita gunakan biasanya dibacakan pada anak. Anak usia dini yang mulai tumbuh minat terhadap buku akan senang mendengarkan cerita. Mereka senang meminta pada orang tuanya untuk dibacakan cerita.

Kegiatan bercerita menggunakan buku cerita ini berpengaruh positif untuk memupuk kecintaan anak terhadap buku, yang nantinya akan mengembangkan minat awal untuk membaca. Menurut Tampubolon (1991 : 50) “Baik sekali jika cerita diambil dari buku cerita anak.”

Adapun manfaat bercerita, di antaranya, melatih daya serap anak, melatih daya pikir anak, melatih daya konsentrasi anak, dan mengembangkan daya imajinasi anak. Juga menciptakan situasi yang menggembirakan dan mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya, serta membantu mengembangkan perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien, sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.

Melalui kegiatan bercerita diharapkan mampu menumbuhkan minat awal anak untuk membaca melalui kegiatan mendengar dan berbicara sesuai pendapat Bromley (1992) yang menyatakan bahwa terdapat empat macam bentuk bahasa, yaitu mendengar, berbicara, membaca dan menulis.

Kegiatan bercerita yang dikembangkan akan meningkatkan kemampuan anak dalam mendengar dan menambah perbendaharaan kosa kata. Sehingga dapat membantu kemampuan anak berbicara.

Guru memberikan kegiatan bercerita dengan posisi anak duduk di lantai, sehingga anak merasa nyaman mendengarkan cerita. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hilderbrand (1986 : 337) “Beberapa guru lebih menyukai anak duduk di lantai, terutama bila lantainya diberi tikar atau karpet.

” Mereka menganggap pengaturan seperti itu lebih memberikan iklim yang menyenangkan dan ketenangan. Dengan anak menceritakan kembali isi cerita yang telah didengarnya, maka anak akan belajar menyimak dan membaca.

Thaiss (dalam Bromley, 1992) mengemukakan bahwa anak dapat memahami dan dapat mengingat suatu informasi jika mereka mendapatkan kesempatan untuk membicarakannya, menuliskannya, serta menggambarkannya atau memanipulasinya. (ump/ARO)

Guru TK Dharma Siwi Desa Pakem, Kec. Gebang, Kab. Purworejo


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya