RADARSEMARANG.COM, Jika melihat kasuistik pembelajaran seni budaya di lapangan, maka seni budaya menjadi salah satu pelajaran yang kondisional. Hal tersebut mengingat banyaknya masalah dalam proses belajar mengajarnya.
Mata pelajaran tidak diajarkan oleh guru dengan latar belakang pendidikan seni, keterbatasan kemampuan guru seni budaya yang hanya memiliki kompetensi satu bidang seni, sementara bakat seni peserta didik beragam.
Keterbatasan sekolah dengan tidak adanya guru yang berkompeten seni atau berbakat, keterbatasan sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai, atau keterbatasan kemampuan peserta didik dari segi kemampuan ekonomi.
Dengan permasalahan di atas, banyak hal yang bisa dilakukan untuk memecahkan keterbatasan-keterbatasan tersebut dan mengubahnya menjadi kekuatan dan peluang. Tidak maksimal bukan berarti tidak kreatif. Seorang guru seni apapun latar belakangnya, harus kreatif menghadapi setiap tantangan dan hambatan menjadi peluang.
Untuk guru seni yang tidak memiliki latar belakang pendidikan seni, maka ia bisa berperan aktif di lingkungan MGMP mata pelajaran Seni Budaya, karena biasanya MGMP memiliki program peningkatan kemampuan di sanggar-sanggar seni yang ada.
Jika masalah yang timbul adalah kemampuan sekolah dalam sarana dan prasarana, maka seorang guru seni budaya harus kreatif dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk lebih mengeksplorasi daya kreasinya.
Ada sekolah yang terbatas, karena tidak memiliki ruang yang memadai untuk kegiatan pentas atau pameran, maka banyak hal kreatif yang bisa dilakukan.
Selain kegiatan di kelas percobaan untuk bereksperimen, misalnya dengan mengadakan pameran seni rupa di lapangan parkir, di sawah, di belakang sekolah, di jalan desa, dan masih banyak tempat bisa dieksplorasi.
Saat praktik musik siswa menggunakan instrumen imitatif bunyi hasil buatan sendiri seperti galon bekas, alat dapur bekas, botol bekas untuk mendapatkan bunyi ritmik atau perkusi. Jika mau mengadakan pementasan, berikan motivasi kepada siswa agar semua hal yang berhubungan dengan kostum, properti.
Apa sebenarnya konsep pendidikan melalui seni? Berbagai contoh tersebut, semua dilakukan bersama-sama, semua siswa dilibatkan baik secara fisik maupun emosional. Bapak ibu guru gembira, siswa pun turut senang, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Dan konsep tersebut bisa diaplikasikan oleh mata pelajaran apapun. Membungkus proses belajar-mengajar dengan kreativitas, karena pengalaman kreativitas mampu membuka simpul-simpul cara berpikir kritis dan inovatif.
Seperti halnya yang penulis lakukan pada para peserta didik di SMP Negeri 2 Wonotunggal, yang kebetulan lokasi keberadaannya bahan lahan yang ditanami singkong. Penulis mengajak siswa untuk memanfaatkan daun singkong untuk bahan kerajinan atau singkong sebagai bahan cetak tinggi (stempel) untuk membuat gambar warna-warni yang menarik.
Guna mencapai sebuah pendekatan pendidikan melalui seni, model yang mirip dengan proses pembelajaran rekreatif. Konsep belajar bisa diaplikasikan dengan cara bermain. Fungsi bermain adalah untuk kesejahteraan psikologis, perkembangan kognitif, perkembangan sosial dan emosional, serta perkembangan fisik (Upton, 2012).
Pembelajaran diberikan secara menyenangkan dengan kegiatan yang bersifat rekreatif, menghibur, ringan, serta menyenangkan. Konsep ini sangat baik untuk pertumbuhan jiwa peserta didik. Kegiatan bermain sekaligus menjadi penyeimbang dan penyelaras untuk perkembangan fisik dan psikologis siswa (Suyanto, 2005)
Perkembangan fisik ditandai dengan perubahan kecerdasan fungsi motorik, fungsi kinestetik, fungsi suara, dan lain-lain, harus disalurkan dengan aktivitas yang tepat. Perkembangan psikologis yang berkaitan dengan kognitif, sosial, moral dan bakat perlu sarana pengembangan yang tepat pula. (wa1/aro)
Guru Seni Budaya SMP Negeri 2 Wonotunggal, Kabupaten Batang