RADARSEMARANG.COM, Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat (KHD, 1936 :1, Dasar-Dasar Pendidikan). Filosofi pendidikan inilah yang sekarang digunakan sebagai dasar dalam kurikulum merdeka.
Penerapan pendidikan ini sebenarnya sudah dilaksanakan pada kurikulum-kurikulum sebelumnya, hanya saja belum dipertajam dan dalam pelaksanaannya belum terlihat spesifik.
Pendidikan mengandung arti memanusiakan anak, mengakui keberadaannya bersama dengan potensinya. Diharapkan ketika seorang anak sedang berada di sekolah, akan merasa bahagia sehingga proses belajar di sekolah menjadi hal yang menyenangkan dan tidak menjadi beban bagi anak.
Guru sebagai pendidik di sekolah sudah seharusnya mengenali karakteristik semua peserta didiknya dengan baik. Supaya dalam menentukan berbagai hal yang berhubungan dengan peserta didik akan lebih terarah dan terkontrol. Untuk mengenal karakteristik peserta didik, guru bisa menyusun instrumen dari asesmen diagnostik awal tentang gaya belajar dan potensinya.
Setelah asesmen diagnostik diisi oleh semua peserta didik, guru akan mengetahui gaya belajar dan kemampuan lainnya yang dimiliki oleh peserta didik. Hasil asesmen diagnostik peserta didik ini oleh guru digunakan untuk menentukan model atau strategi pembelajaran yang akan digunakan.
Hasil asesmen diagnostik awal pembelajaran di kelas 2 SD Negeri Kecandran 01 Salatiga, terdapat 3 jenis gaya belajar peserta didik, yaitu visual, kinestetik, dan audio visual. Dari ketiga gaya belajar yang ditemukan pada peserta didik kelas 2, guru merancang pembelajaran yang dapat melayani kebutuhan peserta didik. Dalam memberikan materi, guru menggunakan video pembelajaran, sehingga peserta didik yang memiliki gaya belajar visual dan audio visual dapat mengikuti pembelajaran dengan semangat.
Sedangkan peserta didik yang memiliki gaya belajar kinestetik, diberikan materi yang dapat menggerakkan otot-otot tubuhnya. Untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik, guru melakukan penilaian melalui beberapa cara. Bentuk evaluasi tidak harus dalam bentuk tes tertulis, tetapi bisa dalam bentuk deskripsi cerita, puisi, ataupun gambar sesuai bakat dan potensi peserta didik.
Walaupun kelas 2 SD belum melaksanakan IKM, tetapi guru sudah mulai berlatih supaya tahun depan siap melaksanakannya. Hal ini terbukti dari dua bulan pembelajaran berlangsung, peserta didik kelas 2 sudah terlihat gembira dalam belajar. Beberapa peserta didik mulai terlihat rasa percaya dirinya. Tampak pada kegiatan diskusi kelompok, peserta didik yang percaya diri, meminta kepada guru untuk memimpin jalannya diskusi di kelompoknya.
Ada yang sudah berani membacakan hasil diskusi kelompok, dan ada juga yang berani bertanya kepada kelompok lainnya. Tetapi ada juga yang masih terlihat diam dan pasif. Ketika guru bertanya, peserta didik tersebut hanya menunduk diam. Jika menemui peserta didik dengan tipe ini, guru segera mengajak bicara dari hati ke hati secara pribadi dengan peserta didik tersebut. Guru bisa melibatkan orang tua jika memang dibutuhkan. Komunikasi dengan orang tua sangat membantu dalam memberikan solusi pada permasalahan yang dihadapi peserta didik.
Guru memang harus ekstra tenaga dan pikiran untuk melayani peserta didik dalam rangka untuk mendorong kekuatan kodrat peserta didik. Karena pada dasarnya, seorang anak bukanlah kertas kosong yang bisa dicorat-coret semau kita, tetapi seorang anak adalah sebuah kertas yang sudah ada tulisannya hanya maih tipis. Maka tugas guru adalah menebalkan tulisan tersebut sehingga lebih jelas dan lebih bermakna bagi anak itu maupun orang-orang di sekitarnya. (ks/lis)
Guru Kelas II SD Negeri Kecandran 01 Salatiga