35 C
Semarang
Thursday, 16 October 2025

Optimalisasi Pembelajaran SKI dalam Menciptakan Moderasi Beragama

Oleh : Hanifah S.Hum

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, BERBICARA tentang sejarah, tidak terlepas dengan adanya waktu, tanggal serta kapan terjadinya peristiwa tersebut. Sejarah identik dengan masa lalu. Bisanya masa lalu itu sesuatu yang sudah basi dan tidak menarik lagi. Namun harus dimengerti bahwa sejarah merupakan bagian terpenting dalam peradaban manusia. Maju tidaknya peradaban, tergantung dalam menyikapinya.
Karena itu, sejarah harus benar-benar menjadi landasan dalam mengembangkan peradaban. Tapi kenyataannya, sejarah yang diajarkan oleh sekolah masih jauh dari harapan. Sejarah hanya disampaikan secara dogmatis, sehingga membosankan. Bahkan, sejarah yang disampaikan di bangku sekolah identik dengan nuansa perang yang serat dengan kekerasan atau intoleran. Akibatnya, Islam dicap sebagai agama perang atau radikal.

Persepsi tersebut dibangun dengan banyaknya para pembaca mengenai buku ajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) tentang materi peperangan. Kekeliruan persepsi tersebut diperparah dengan banyaknya karya sejarah Islam yang ditulis oleh Barat, seperti Islam And The West: A Historical Cultural Survey (1984), History Of The Arabs (2008), dan lainnya.

Mengutip pendapat para penulis abad pertengahan yang melukiskan bahwa prajurit-prajurit muslim dengan pedang di satu tangan dan Al Quran di tangan lainnya. Hal ini mengundang presepsi bahwa Islam disebut sebagai agama pedang, yang menjadikan sebuah keyakinan untuk meninggalkan spriritualitas sejati dengan menyucikan kekerasan dan tak mengenal toleransi. Hal ini merupakan sebuah bayangan tentang Islam yang diciptakan oleh Barat Kristen sejak abad pertengahan. Jika tidak disikapi secara bijak akan menimbulkan persepsi yang kurang tepat bahkan keliru.

Dengan demikian, optimalisasi pembelajaran SKI mengenai moderasi beragama harus digaungkan dan ditanamkan. Pembelajaran SKI harus identik dengan rahmatan lil’alamin, bukan hanya rahmatan lil muslimin. Namun dalam implementasinya tidak mudah menerapkannya. Kenyataanya adalah jangankan Islam untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin, di antara ummat Islam sering terjadi fitnatul lilmuslimin. Hal ini terjadi karena mengabaikan pesan moral menjaga ukhuwah islamiyyah.

Bukankah sejarah telah mencatat bahwa di dalam piagam Madinah telah digariskan oleh Rasulullah mengenai Islam, Yahudi, dan Nasrani, saling berdampingan satu sama lain. Batasannya di dalam perkara agama yang menyatakan lakum dinukum waliyadin. Akan tetapi dalam hal lain, hak perlindungan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya memiliki hak yang sama. Jadi yang diterpakan adalah agama sosial atau pluralisme, bukan agama teologi atau pluralism teology.

Inilah yang menjadi batasan dan harus benar-benar dipahami. Namun sebagian orang justru keluar dari batasan tersebut. Terkadang orang ingin moderat namun kebablasan dalam hal toleransi. Sehingga mencampuradukkan agama sosial dengan agama tauhid. Akibatnya, menolak, mengharamkan, dan mengkafirkan yang tidak sejalan dengan ideologinya.

Bukankah sudah dimengerti bahwa seluruh manusia dalam pandangan Islam memiliki kedudukan yang sama dari segi kemanusiaan, meski berbeda suku, agama, warna kulit, jenis kelamin dan sebagainya. Allah selalu memuliakan hamba-hambanya tanpa terkecuali. Dengan demikian, kehormatan manusia harus dipelihara, saat hidup maupun setelah kematiannya.

Hal tersebut sudah ada dalam sejarah Nabi, dimana Nabi menjadi sang role of model dalam kehidupannya. Hal tersebut tergambar ketika jenazah yang diusung melintas di hadapan beliau, beliau berdiri menghormatinya. Kemudian salah seorang menyampaikan kepada beliau, bahwa itu adalah jenazah non muslim. Sentak beliau berkomentar: “Bukankah dia juga manusia?” Demikian juga sikap beliau terhadap musuh-musuh beliau yang tewas dalam perang Badar yang bergelimpangan di medan perang. Beliau memerintahkan agar yang tewas dikubur secara wajar. Dengan demikian, optimalisasi pembelajaran SKI harus selalu menjadikan siswa lebih moderat dan mampu menciptakan kerukunan dalam beragama. Hal tersebut sesuai dengan ajaran sejarah yang telah dilakukan oleh pendahulu kita, baik masa nabi, khulafaurrasyidin, dinasti maupun sampai pada ajaran wali sanga di Tanah Jawa. (bat2/ida)

Guru Sejarah Kebudayaan Islam MAN 2 Sleman


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya