RADARSEMARANG.COM, Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Pendidikan anak usia dini dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Karena itu, usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang berharga dibanding usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik dengan karakteristik khas, baik secara fisik, psikis, sosial dan moral.
Pada fase ini anak memiliki kemampuan belajar luar biasa, khususnya pada masa awal kanak-kanak. Keinginan anak untuk belajar menjadikan anak aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca inderanya untuk memahami sesuatu dan dalam waktu singkat anak beralih ke hal lain untuk dipelajari.
Lingkunganlah yang terkadang menjadi penghambat dalam mengembangkan kemampuan belajar anak, dan sering kali lingkungan mematikan keinginan anak untuk bereksplorasi. Kebanyakan keinginan orang tua menekankan kepada anak untuk dapat membaca dan berhitung, serta dapat dikatakan hanya mengasah kecerdasan otak kiri saja. Dan tentunya anak merasa ada kebosanan. Akibatnya, otak kanan yang berfungsi sebagai pengembangan kreativitas anak tidak dapat berkembang secara optimal.
Cerita bergambar dapat menghadirkan warna lain dalam proses kegiatan pembelajaran anak usia dini. Untuk mengetahui kreativitas anak, penulis melakukan dengan bercerita tanpa media, kemudian mulai bercerita tanpa menggunakan media. Penulis mencoba mengulas isi cerita sambil mengamati reaksi anak. Dalam kegiatan mengulas di sini adalah merangsang anak untuk berpikir kreatif, seperti merangsang anak untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Sedangkan bercerita dengan media buku cerita bergambar dengan judul “Semut Merah Yang Malas”, penulis memberi kesempatan pada anak untuk bereksplorasi dan mencoba merangsang anak dengan pertanyaan. Seperti siapa yang masih ingat, apa tadi judul ceritanya ya? Siapa saja tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, dan karakter tokoh yang ada dalam cerita tadi?
Secara umum, prosedur pembelajaran juga diberi sedikit variasi agar anak tidak mengalami kebosanan dan suasana lebih menyenangkan. Adapun variasi kegiatan yang dilakukan di luar dan dalam kelas, mengganti buku cerita bergambar, memberi motivasi/reward pada anak agar dapat mengembangkan kreativitasnya, konsentrasi atau rentang perhatian anak terhadap cerita menjadi lebih lama. Juga merangsang anak dengan pertanyan-pertanyaan seputar cerita, sehingga anak dapat menemukan kosakata baru yang didapat dari jawaban-jawabannya, dan berkembang imajinasinya. Sehingga dapat menghasilkan cerita yang alami, serta kepercayaan diri anak makin kuat.
Adapun sebelum metode ini penulis praktikkan, kreativitas anak sebesar 13.33 persen, dan setelah dilakukan kreativitas anak mencapai 80.00 persen. Berdasarkan analisa yang dilakukan, peningkatan kreativitas anak dipengaruhi oleh media, yakni cerita bergambar. Melalui cerita bergambar, anak dapat mengajukan pertanyaan, menebak-nebak, yang kemudian menemukan jawaban (reaksi kreatif) terhadap alur cerita yang mereka dengar. Rentang perhatian anak terhadap cerita menjadi lebih panjang, karena anak berkonsentrasi terhadap cerita. Anak juga mampu mengorganisasikan kemampuan diri, karena anak belajar dari pengalaman yang menakjubkan. Sehingga akan membangun kepercayaan diri terhadap apa yang disampaikan. (ump1/aro)
Guru TK Negeri Pembina Watukumpul, Pemalang