RADARSEMARANG.COM, Dalam pembelajaran IPS, guru sering dihadapkan pada permasalahan rendahnya mutu hasil belajar siswa. Nilai IPS masih di bawah nilai mata pelajaran lain. Oleh karena itu menjadi tantangan bagi guru untuk berperan serta dalam peningkatan kualitas pendidikan IPS. Peningkatan mutu hasil belajar, salah satunya dapat ditempuh dengan pembelajaran yang bervariasi dan banyak melibatkan aktivitas siswa. Guru dituntut untuk bisa merancang dan menyajikan pembelajaran yang efektif, efisien, dan punya daya tarik, sehingga dapat mendorong meningkaatnya hasil belajar IPS.
Selama ini, proses pembelajaran IPS yang dilakukan masih secara konvensional, hanya menggunakan metode ceramah. Proses ini hanya menekankan pada pencapaian tuntutan kurikulum. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuh kembangkan aspek kemampuan dan aktivitas siswa seperti yang diharapkan.
Hal ini juga terjadi di SD Negeri 01 Wonorejo, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, di mana penulis mengajar. Pada pembelajaran IPS di kelas VI materi tentang Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, hasil belajar siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ini terlihat dari hasil evaluasi sebagian besar siswa masih belum memenuhi KKM.
Ada beberapa faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa, di antaranya peran guru masih dominan dan hanya menggunakan metode ceramah tanpa menggunakan model pembelajaran. Hal ini membuat siswa tidak bersemangat dan proses pembelajaran hanya berpusat pada guru. Hal ini berakibat rendahnya nilai belajar siswa. Untuk mencapai pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa sebagai subjek pembelajaran yang harus aktif kreatif mampu berpikir kritis. Untuk mencapai hal tersebut perlu diperhatikan adalah penggunaan model pembelajaran yang inovatif dan menarik. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning atau biasa disingkat CTL.
Menurut Komalasari ( 2017 hal 7 ) bahwa pembelajaran CTL adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupan. Suprijono ( 2015: hal 79 ) menjelaskan bahwa pembelajaran CTL merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Adapun tahapan pembelajaran model CTL menurut Shoimin ( 2017 hal 43-44) adalah kegiatan awal guru menyiapkan secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, apersepsi sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan, menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari, penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
Kegiatan Inti siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyelesaikan masalah yang diajukan guru, siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru. Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja, dan kelompok lain menanggapinya. Guru dan siswa membahas cara menyelesaikan masalah yang tepat, guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal yang belum dipahami dengan baik. Kegiatan akhir guru dan siswa bersama – sama membuat kesimpulan. Siswa mengerjakan lembar tugas.
Dengan model ini pembelajaran lebih bermakna dan riil. Siswa dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Siswa menemukan sendiri pengalaman di kelas dan pembelajaran yang lebih bermakna dan hasil belajar pada materi Upaya Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dapat tercapai. (kj1/aro)
Guru SD Negeri 01 Wonorejo, Kec. Kajen, Kab. Pekalongan