RADARSEMARANG.COM, Setiap konten pembelajaran yang disampaikan di berbagai jenjang pendidikan di Indonesia berpedoman pada silabus yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Begitu halnya dengan pembelajaran seni budaya di tingkat Sekolah Menengah Atas (SAM).Tujuan pembelajaran telah dirumuskan dengan jelas. Penguasaan dan pencapaian materi diukur dan dalam sebuah sistem penilaian dengan adanya ketuntasan belajar minimal (KBM).
Mata pelajaran seni budaya sangat erat kaitannya dengan bakat dan minat yang dimiliki oleh siswa. Hal ini dikarenakan ranah seni menuntut tidak hanya penguasaan konsep dan teoritis, namun keterampilan dan menciptakan karya seni secara nyata untuk bisa diapresiasi oleh orang lain.
Menurut Utami Munandar (1987) bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat merupakan suatu titik berat yang telah dimiliki oleh setiap individu yang telah didapatkan dari latihan dari segi kinerja atau performanya (Brigham “Suryabrata, 1995”).
Ketika seorang siswa merasa tidak berbakat dalam bidang seni secara otomatis minat dan antusiasnya dalam mengikuti pembelajaran seni akan turut berkurang. Mereka akan merasa sangat senang ketika orang lain mengajukan permasalahan yang sesuai dengan bakat lain yang mereka miliki. Sebagian siswa bisa saja memiliki ketertarikan di bidang olahraga, otomotif, sains, astronomi, flora dan fauna, mode, atau bahkan kuliner.
Adalah sebuah tantangan besar bagi seorang guru mata pelajaran untuk bisa mengaitkan materi pembelajaran dengan hal-hal yang disukai dan dekat dengan dunia siswanya. Salah satu metode yang dapat dijalankan adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.
Menurut Tomlinson (2001:45), pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi pada mata pelajaran seni budaya. Misalnya saja pada ranah seni rupa, dapat dilakukan pada materi pembuatan karya seni dua dimensi. Pada materi ini siswa dapat diberikan kebebasan untuk mengambil hal-hal yang berkaitan dengan bakat dan minat mereka sebagai sumber ide dan gagasan dalam pembuatan karya seni.
Ketika seorang siswa memiliki ketertarikan yang tinggi pada dunia otomotif, maka dia akan cenderung mengambil objek gambar yang berkaitan dengan hal tersebut. Dia mungkin akan memilih motor, mobil, atau becak untuk dijadikan sumber ide dari penciptaan karya seni rupa dua dimensi yang akan dibuatnya. Hal ini juga berlaku pada siswa yang memilki ketertarikan terhadap bidang-bidang yang lain.
Dengan mengakomodasi berbagai bakat dan minat yang dimiliki oleh siswa di kelas, diharapkan mendongkrak antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
Bakat dan ketertarikan mereka terhadap bidang-bidang tertentu akan menjadi motivasi yang sangat besar bagi mereka untuk menciptakan karya dengan sepenuh hati. Dan tentu saja, pekerjaan yang dilakukan dengan sepenuh hati akan menghasilkan produk karya seni yang maksimal pula. Pada akhirnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh guru akan terpenuhi dengan baik.
Berbeda halnya ketika kita sebagai seorang guru bersikap apatis terhadap keragaman bakat dan minat yang mereka miliki. Siswa akan merasa tertekan selama mengikuti pembelajaran. Dan ini jauh dari harapan pemerintah tentang adanya konsep merdeka belajar yang telah dicetuskan.
Filosofi pendidikan yang diutarakan oleh Ki Hajar Dewantara mengungkapkan adanya kodrat alam pada anak. Dimana anak terlahir dengan karakter dan kebutuhan yang berbeda. Berkaitan dengan hal ini, tugas kita para guru untuk memberikan pendidikan yang sepenuhnya berpihak pada siswa. Salah satunya dengan mengakomodasi keberagaman bakat dan minat yang mereka miliki.
Semoga dengan adanya kepedulian guru terhadap hal ini pembelajaran dapat berjalan lebih menyenangkan bagi siswa. Namun di sisi lain tujuan pembelajaran yang dicita-citakan guru juga dapat tercapai secara maksimal. (mn2/lis)
Guru Seni Budaya SMAN 1 Muntilan, Kabupaten Magelang