RADARSEMARANG.COM, “I went to Magelang with my family. First we came to Punthuk Kendil near Borobudur. We saw beautiful sunrise there. Then we visited Borobudur Temple. I took a lot of pictures,” papar Ulfi kelas VIII C MTs Fatahillah Semarang sambil menunjukkan comic-strip recount text kepada teman-temannya.
Menyuguhkan pembelajaran menarik merupakan cara jitu mendapatkan atensi peserta didik. Hal itu dapat dijadikan batu pijakan guru agar target pembelajaran tercapai dengan maksimal. Pada semester genap, kelas VIII belajar tentang recount text. Teks ini digunakan untuk menuturkan pengalaman yang sudah terjadi atau di masa lampau. Pembelajaran ini dimulai dengan kegiatan apersepsi. Kegiatan apersepsi dapat dilakukan dengan beragam hal. Salah satunya mengajak peserta didik untuk menyimak video pengalaman liburan yang dijelaskan menggunakan kaidah kebahasaan teks recount.
Setelah menyimak video, peserta didik diberi pertanyaan oleh guru. Teks apakah itu? Mengapa dikategorikan recount text? Apa alasannya? Mengapa menggunakan kata kerja went? Bukan go? Apa alasannya? Pertanyaan yang diberikan guru melatih peserta didik untuk berpikir kritis. Guru dapat menyusun pertanyaan kritis dengan berpedoman pada empat unsur yaitu produktif, imajinatif, terbuka, dan analitis
Peserta didik mampu menjawab pertanyaan tersebut karena sebelumnya telah diberi bahan belajar.
Bahan belajar bisa dibuat menggunakan beragam media. Salah satunya YouTube. Peserta didik diberi pranala, kemudian mengakses dan menyimaknya. Lalu, diarahkan untuk membuat rangkuman. Jadi, mereka belajar di rumah terlebih dahulu sebelum proses pembelajaran di kelas berlangsung. Metode tersebut dikenal dengan istilah flipped classroom.
Menurut J Wesley Baker dalam tulisannya The Classroom flip, flipped classroom adalah pembelajaran yang mengombinasikan pembelajaran di dalam kelas dengan pembelajaran di luar kelas. Selain digunakan untuk belajar di rumah, bahan belajar yang telah diberikan dapat diakses di lain waktu untuk memperdalam materi. Keunggulan lain metode ini, seperti yang disampaikan oleh Walsh (2016) peserta didik akan memiliki waktu lebih untuk berinteraksi dengan guru untuk menyelesaikan penugasan di sekolah.
Kegiatan dilanjutkan dengan menyusun Comic-strip recount text berkelompok. Peserta didik bekerja sama menyusun potongan foto dan kalimat pada kertas plano. Kegiatan belajar dilanjutkan dengan melafalkan teks tersebut secara bersama-sama. Melafalkan secara bersama-sama dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Peserta didik yang pemalu, pelan-pelan mulai mengikuti.
Tahap selanjutnya, presentasi comic-strip-nya oleh perwakilan kelompok masing-masing. Dalam proses ini, guru memberikan koreksi disertai dengan pujian. Hal itu membuat peserta didik lebih percaya diri dan tidak malu jika salah mengucapkan kosa kata berbahasa Inggris.
Setelah kegiatan di atas selesai, peserta didik diminta melengkapi teks rumpang dengan kata kerja yang digunakan pada teks recount. Penugasan ini disusun dalam lembar kerja yang menarik. Selain itu intruksi dan nilai di setiap nomor dicantumkan dengan jelas. Lembar kerja dikerjakan secara individu. Penugasan individu ditujukan untuk mengukur pemahaman peserta didik secara personal. Proses selanjutnya, peserta didik bersama guru mengoreksi lembar kerja tersebut. Kemudian menempelnya di tempat pajangan.
Rangkaian kegiatan pembelajaran diakhiri dengan refleksi. Peserta didik diajak untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Guru juga bertanya kesulitan apa yang dihadapi peserta didik. Selain untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik, data tersebut dapat dijadikan acuan guru untuk menentukan kegiatan pembelajaran yang akan datang.
Tahap selanjutnya, peserta didik diberi proyek membuat comic-strip teks recount-nya sendiri. Peserta didik diminta menyertakan beberapa foto. Guru meminta peserta didik untuk mencetak dan menempelnya pada kertas plano. Namun, beberapa peserta didik meminta agar boleh membuat comic-strip secara digital atau melalui gawai mereka.
Peserta didik yang merupakan generasi Z memang akrab dengan teknologi. Mereka pengguna gawai yang ulung. Tentu guru tidak boleh membatasi ide peserta didik. Dalam hal ini guru bisa menjelaskan teknis membuat comic-strip secara digital. Guru bisa mengarahkan beberapa aplikasi yang bisa digunakan untuk menunjang proyek mereka.
Rangkaian pembelajaran di atas menerapkan pembelajaran aktif. Peserta didik diposisikan sebagai subjek bukan objek pembelajaran. Kelas dikondisikan dalam suasana yang menyenangkan. Guru selalu memberi apresiasi pada setiap kinerja peserta didik. Selain itu, proses pembelajaran didesain dengan sistematis serta ditunjang dengan lembar kerja yang efektif. Serangkaian praktik baik tersebut dapat menarik atensi dan antusias peserta didik. Target pembelajaranpun tercapai dengan maksimal. (tt1/aro)
Guru MTs Fatahillah Semarang