RADARSEMARANG.COM, Bercerita merupakan salah satu cara memperlancar bicara seseorang, terlebih pada kelas bawah sekolah dasar. Pada materi yaitu menceritakan pengalaman pribadi yang mengesankan di waktu liburan. Adapun kendala yang sering dialami oleh guru adalah kebanyakan peserta didik tidak berani maju ke depan atau mengawali untuk maju ke depan. Hampir semua semua peserta didik saling tunjuk jika diminta maju oleh guru, atau hanya peserta didik tertentu saja yang berani maju dan peserta didik itu-itu saja.
Hal tersebut menjadi salah satu penghambat kemampuan peserta didik untuk menceritakan pengalaman yang mengesankan. Maka, perlu adanya model, teknik, metode, atau strategi pembelajaran yang baru dan menarik guna meningkatkan kepercayaan diri dan kemapuan peserta didik dalam menyampaikan pengalaman yang mengesankan.
Teknik Story Telling (TST) dalam pembelajaran akan melibatkan aktivitas peserta didik secara menyeluruh. Sebab di sini semua peserta didik mendapatkan kesempatan untuk bercerita dalam kelompok kecil sehingga peserta didik yang jarang berbicara dapat berlatih mengungkapkan pendapatnya secara lisan. Karena dengan kelompok kecil akan membuat suasana yang memungkinkan peserta didik berani berbicara.
Adapun setiap kelompok kecil terdiri dari tiga peserta didik, satu sebagai pencerita, satu sebagai penanya, dan satu lagi sebagai pencatat pertanyaan. Maka kegiatan tersebut dilakukan secara bergantian agar semua anggota kelompok merasakan semua bagaian dari pencerita, penanya, dan sebagai pencatat.
Setelah itu setiap kelompok membuat rangkuman cerita-cerita yang disimak dan penerapan teknik story telling ini dapat meningkatkan kemampuan berbicara, khususnya dalam bercerita. Bahkan teknik ini tidak akan membuat peserta didik merasa bosan karena ada tiga cerita pendek yang berbeda dan tidak panjang serta mudah dipahami.
Adapun fokus dari teknik ini adalah memberikan pelatihan intensif bagi peserta didik dengan harapan agar setiap peserta didik dapat terlatih untuk bercerita dengan penuh percaya diri dihadapan semua pendengar. Setelah semua peserta didik dirasa mampu dan siap untuk bercerita di depan pendengar.
Penulis sebagai guru kelas 3 SDN Karangdowo Kecamatan Kedungwuni, menggunakan model pembelajaran talking stick dimana model ini bertujuan untuk menguji kesiapan dan memotivasi setiap siswa belajar yang menyenangkan. Siswa terlebih dahulu mempersiapkan segala sesuatunya. Sedangkan kekurangan dari model ini adalah model pembelajaran ini akan membuat peserta didik sedikit senam jantung. Model pembelajaran ini adalah pengujian kesiapan peserta didik dalam menguasai materi yang dikemas dalam kegiatan bermain.
Selain itu model pembelajaran ini akan mengasah mental, kecerdasan emosional siswa dengan mendorong keaktifan dan rangsangan dalam hal bahasa. Adapun caranya yaitu: guru menyiapkan satu buah stik kayu dengan ukuran 10-15 cm, tentunya dari bahan yang ramah anak. Selanjutnya guru meminta setiap peserta didik menyiapkan satu cerita pendek pengalaman yang mengesankan, guru memberikan waktu 10-15 menit. Setelah itu guru membuat peraturan permainan, dimana setiap anak yang menerimana atau memegang stik saat guru berkata “Stop” maka dia yang harus bercerita.
Setelah semua siap, permainan pun dimulai dari tempat duduk siswa terdepan sebalah kanan. Jadi nanti arah stik tersebut akan bergeser mengular ke belakang. Setiap pergeseran stik semua peserta didik menghitung 1 sampai seterusnya hingga guru mengatakan kata “Stop” maka peserta didik yang terakhir menyentuh stik berkesempatan bercerita dan begitu seterusnya hingga semua peserta didik mendapat giliran bercerita.
Adapun metode yang akan digunakan yaitu model pembelajaran talking stick dengan teknik story telling. Nantinya guru memberikan pembelajaran materi bercerita dengan sedikit permainan dan dikemas dengan teknik story telling guna melatih kemampuan bercerita secara intensif. Maka guru dapat memberikan pembelajaran dengan mudah, menyenangkan, cepat tercerna. (wa1/lis)
Guru Kelas III SDN Karangdowo, Kec. Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan