31 C
Semarang
Saturday, 3 May 2025

Diagnosis dan Terapi Tolak Peluru Gaya Belakang

Oleh : Mualim, S.Pd

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang tertua. Bahkan boleh dikatakan sejak ada manusia di muka bumi. Gerakan-gerakan dalam cabang atletik seperti berjalan, berlari melempar dan melompat adalah gerakan yang dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam tolak peluru untuk dapat menguasai teknik ini siswa harus mendapat bimbingan dari guru secara langsung. Untuk membantu siswa SMAN 1 Dukun, guru diharapkan mampu menganalisis sekaligus memperbaiki jika terjadi kesalahan dalam menguasai suatu teknik. Terutama pada teknik tolak peluru gaya belakang.

Menurut Suharno HP (1992:2) ada 2 faktor yang penentu pencapaian prestasi maksimal yaitu faktor indogen dan eksogen. Faktor indogen meliputi kesehatan fisik, mental, bentuk tubuh yang ideal, kondisis fisik dan kemampuan fisik. Penguasaan teknik yang sempurna, memiliki aspek kejiwaan dan kepribadian. Dan kematangan mental juara. Sedangkan faktor eksogen terdiri dari guru yang membibingnya, tempat, alat dan perlengkapan, lingkungan dan partisipasi pemerintah.

Teknik tolak peluru gaya belakang ini diciptakan dan diperagakan oleh atlet dari Amerika Serikat bernama Parry Obrien. Dia menjuarai Olimpiade pada 1956-1960. Orang yang pertama menolak peluru seberat 7,25 kg melewati jarak 20 m (U Jonath:1988).

Tolak peluru adalah salah satu bentuk gerakan menolak atau mendorong suatu alat yang bundar terbuat dari logam (peluru) yang dilakukan dari bahu dengan satu tangan untuk mencapai jarak sejauh jauhnya (Aip Syarifuddin, 1991:243).

Dalam tolak peluru gaya O, Brien ada beberapa kesalahan dan terapinya. Antara lain pada saat memegang peluru. Memegang peluru yang tidak kuat menyebabkan peluru mudah luncas. Terapinya, peluru diletakkan di lantai kemudian dipegang dengan tangan dan diangkat. Tangan kanan latihan dengan jari-jari tangan meremas bola atau per.

Kesalahan saat meletakkan peluru yakni peluru diletakkan di atas bahu tidak menempel pada pangkal leher siku tangan kanan tidak dibuka 45 derajat sehingga peluru mudah jatuh atau luncas. Terapinya, agar peluru menempel pada pangkal leher maka tangan kanan yang memegang peluru harus mendorong ke pangkal leher dan membuka siku kanan.

Kemudian kesalahan pada tahap permulaan atau gerak pendahuluan. Pada saat berdiri badan kurang tenang, tidak rileks dan kurang berkonsentrasi, kaki kiri kurang ditekuk sehingga berat badan berada pada dua kaki yang menyebabkan badan tidak rileks akan mengganggu persiapan meluncur. Terapinya, dengan sikap berdiri membelakangi arah tolakan di dalam lingkaran.

Pandangan ke depan, tangan kanan (kiri yang kidal) membawa peluru yang diletakkan di atas bahu menempel pada leher. Sedangkan tangan atau lengan kiri lurus ke atas rilek, berat badan pada kaki kanan ( kaki kiri yang kidal) kaki kiri dengan rileks ke belakang menumpu pada ujung kaki, pandangan ke bawah (sekitar 5 meter- 10 meter). Pada posisi ini seluruh bagian badan harus rilek, sambil berkonsentrasi dan mengatur pernapasan.

Kesalahan saat sikap luncuran yakni badan kurang rendah, pada meluncur dilakukan dengan meloncat, hentakan kaki kiri kurang keras. Terapinya, berdiri dengan badan rendah ke depan kemudian kaki kiri ditekuk kemudian dihentakkan ke belakang. Latihan ini dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan posisi siap menolak.

Dalam melakukan luncuran, atlet mulai di ujung belakang lingkaran dengan punggung ke belakang lemparan. Setelah menempatkan peluru dalam posisi yang betul, badan dicondongkan ke depan menjatuhkan diri ke bawah dengan lutut kaki kanan yang ditekuk (berlaku bagi atlet yang tidak kidal). Kaki kiri diangkat rileks ke atas hampir datar dengan tanah, lengan kiri turun lurus lemas ke depan bawah. Kemudian lutut kaki kanan bersama dan lutut kaki kiri lurus ke belakang.

Kesalahan saat gerakan menolak yakni ketika berputar dilakukan kaki dan badan bersama sama, tolakan terlalu rendah. Sehingga peluru cepat jatuh.Tolakan terlalu tinggi, sehingga jatuhnya peluru dekat. Menolakkan peluru tanpa dibantu tolakan kaki, sehingga tolakan kurang kuat. Menolakkan peluru saat badan belum tegak, dan dada belum terbuka menghadap arah tolakan, sehingga tolakan kurang maksimal. Terapinya, tangan kanan memegang tali kemudian memutar togok pandangan tetap ke belakang hal ini dilakukan berkali-kali agar gerakan memutar togok bagus.

Menolak peluru dengan kedua tangan ke depan dengan di depan diberi rintangan tali, agar menolak melewati tali. Menolak peluru dengan kedua tangan, yang dilakukan dengan menyampingi arah tolakan, latihan menolak dengan menghadap arah tolakan.

Menolak peluru dengan satu tangan, yakni peganglah peluru dengan tangan kanan dan letakkan di leher. Rentangkan lengan kiri ke depan dan badan menghadap depan. Tolakkan peluru dengan sudut parabola beberapa meter ke depan sambil melangkahkan kaki kiri ke depan. Jangan lupa kaki kanan dihentakkan untuk membantu melakukan tolakan, sesaat sebelum peluru dilepaskan (Carr,1991).

Kesalahan saat tahap akhir atau gerak lanjut. Yakni badan tidak dijulurkan ke depan dan tidak memindahkan kaki kanan ke depan. Terapinya, saat peluru lepas dari tangan, seluruh badan dijulurkan ke depan ke arah sasaran. Demikian pula bahu dan lengan kanan dibiarkan menjulur mengikuti arah sasaran atau jalannya peluru.

Agar badan tidak jatuh ke luar lingkaran, maka kaki belakang (kanan yang tidak kidal) harus cepat dilangkahkan ke depan dan berpijak di dekat bekas telapak kaki kiri, yang saat itu pula kaki kiri telah ditarik ke belakang. Untuk menahan agar badan tidak jatuh ke depan, hendaknya sesaat kaki kanan melangkah ke depan, lututnya segera ditekuk. (mn2/lis)

Guru PJOK SMAN I Dukun, Kabupaten Magelang


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya