RADARSEMARANG.COM, Kondisi masyarakat saat ini sangat memprihatinkan. Aksi kriminalitas, kesenjangan sosial, ketidakadilan, korupsi, pelecehan seksual, fitnah terjadi di mana-mana. Hal itu dapat diketahui lewat berbagai media cetak atau elektronik. Tidak jarang kondisi seperti itu dapat disaksikan secara langsung di tengah masyarakat kita.
Kondisi tersebut menumbuhkan semangat untuk mengkaji sebab dan mencari solusi. Menurut penulis sebagai guru SMA Negeri 8 Purworejo solusinya adalah pentingnya menanamkan pendidikan karakter di sekolah. Para guru terutama guru bahasa dan sastra Indonesia ingin menyumbangkan pemikiran tentang perlunya pendidikan apresiasi sastra terhadap pembentukan karakter siswa di sekolah. Melalui sastra diharapkan dapat terwariskan nilai-nilai luhur kearifan lokal. Untuk membendung pengaruh negatif era globalisasi. Sangat penting untuk diketahui tentang sejauh mana pengaruh apresiasi sastra di sekolah terhadap karakter siswa?
Permasalahan yang pokok adalah bagaimana pengaruh pendidikan apresiasi sastra di sekolah terhadap karakter siswa. Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat. Yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan. Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2011:10) telah merumuskan materi pendidikan karakter yang mencakup aspek-aspek. Yakni religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Jadi, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Minat terhadap sastra kini mengalami degradasi. Disebabkan tuntutan zaman yang serba instan dan serba cepat. Karya sastra anak didominasi komik-komik dari luar negeri seperti Spongebob, Dora the Explorer, Naruto, dan sebagainya. Bahkan tradisi mendongeng untuk meninabobokan anak sebagai pengantar tidur sang anak sudah tidak menarik lagi bagi seorang anak dan menjadi sesuatu yang sangat asing.
Membaca karya sastra bukan hanya untuk mendapatkan kepuasan karena keindahannya, melainkan juga untuk memperkaya wawasan dan daya nalar. Sastra adalah vitamin batin, karena mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan kepada pembacanya dan memberikan pencerahan. Mengingat peranan sastra dalam pengembangan kepribadian pembacanya, maka pengajaran sastra di sekolah sangatlah penting.
Sebagai wujud menyampaikan atau menanamkan pendidikan karakter dalam sastra kepada peserta didik ada beberapa upaya yang bisa dilakukan pendidik. Pendidik mengungkapkan nilai-nilai dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan pengintegrasian langsung nilai-nilai karakter yang menjadi bagian terpadu dari mata pelajaran tersebut.
Dapat disimpulkan pengaruh sastra dalam pembentukan karakter siswa di sekolah tidak hanya didasarkan nilai yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif sarat dengan pendidikan karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra hakikatnya menanamkan karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Pada saat yang bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan sehingga siswa akan cenderung cinta kepada kebaikan dan membela kebenaran.
Pada kegiatan menulis karya sastra, dikembangkan karakter tekun, cermat, taat, dan kejujuran. Sementara itu, pada kegiatan dokumentatif dikembangkan karakter ketelitian, dan berpikir ke depan (visioner).
Melalui pengajaran sastra, diharapkan dapat berperan dalam membentuk karakter yang positif pada diri siswa. Namun, pembentukan karakter siswa itu tidak akan maksimal, atau bahkan gagal, jika pengajaran sastra di sekolah gagal menumbuhkan minat baca siswa pada karya sastra, dan mereka tetap tidak memiliki sikap apresiatif terhadap karya sastra.
Kegiatan membaca dan mengapresiasi karya sastra hendaknya dapat dimasukkan dalam kegiatan literasi di sekolah. Sehingga nilai-nilai karya sastra dapat menumbuhkan dan membentuk karakter yang baik pada siswa. (p8.2/fth)
Guru SMA Negeri 8 Purworejo