28 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Tingkatkan Motivasi Belajar dengan Konseling Kelompok Model Rasional Emotif Teknik Pembantahan

Oleh: Umi Royani, S.Pd.

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, HASIL belajar yang memuaskan merupakan harapan dari semua siswa, orang tua bahkan guru, akan tetapi tidak semua siswa dapat meraih prestasi belajar yang memuaskan. Hal ini dapat diterima apabila siswa yang bersangkutan memiliki kekurangan atau keterbatasan seperti misalnya memiliki IQ di bawah rata-rata, adanya gangguan mental dan lain sebagainya.

Akan tetapi, hal ini akan menjadi masalah jika siswa yang bersangkutan memiliki IQ di atas rata-rata, memiliki potensi serta kemampuan namun menunjukkan prestasi yang rendah. Untuk mencapai prestasi yang maksimal tersebut banyak faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor dari individu itu sendiri, keluarga serta lingkungan.

Banyak anak yang memiliki IQ tinggi meraih prestasi yang rendah. Ini kemungkinan anak yang bersangkutan tidak mampu mengembangkan IQ-nya dengan baik dan tidak memiliki motivasi untuk memanfaatkan IQ-nya tersebut untuk meraih prestasi.

Motivasi belajar juga dipengaruhi oleh pola pikir yang dibentuk oleh siswa bersangkutan, seperti misalnya pola pikir yang beranggapan bahwa dirinya tidak bisa, merasa dirinya gagal dan tidak berguna, menghindari komunikasi, merasa jenuh dalam belajar karena tidak bisa menikmati proses pembelajaran serta sulit menyerap materi pelajaran tersebut. Jika pola pikirannya sudah dikondisikan seperti itu maka siswa yang bersangkutan tidak akan mau berusaha untuk menggali kemampuan dan potensi yang dia miliki. Secara tidak langsung pola pikir siswa yang seperti ini akan mempengaruhi motivasi belajar siswa.

Pola pikir yang seperti ini perlu diminimalisasi bila perlu dihapuskan dan keadaan semacam ini apabila dibiarkan berlarut-larut dan terus menerus akan berakibat buruk bagi siswa itu sendiri, misalnya gagal belajar, tidak naik kelas atau bahkan putus sekolah. Salah satu teori yang bisa digunakan untuk menghapuskan pola pikir yang irasional tersebut adalah dengan menggunakan model konseling rasional emotif. Salah satu pandangan model konseling rasional emotif adalah bahwa permasalahan yang dimiliki seseorang bukan disebabkan oleh lingkungan dan perasaannya, tetapi lebih pada sistem keyakinan dan cara memandang lingkungan di sekitarnya.

Menurut Ellis (dalam Corey, 2013: 240) menyatakan bahwa bila individu-individu tidak dikondisikan untuk berpikir dan merasa dengan cara tertentu, maka mereka cenderung untuk bertingkah laku tertentu, meskipun dengan cara demikian mereka menyadari bahwa tingkah laku mereka itu menolak atau meniadakan diri.

Dengan demikian siswa yang memiliki pola pikir yang irasional tidak segera dihapus keyakinan-keyakinan yang menyabotase dirinya sendiri maka dia akan bersikap pesimis dan tidak memiliki motivasi belajar. Untuk menghapus pola pikir yang irasional tersebut perlu dilakukan pembantahan mengenai keyakinan irasional yang dimiliki oleh siswa dengan pola pikir yang lebih rasional dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mampu menentang keyakinan yang irasional tersebut yang pada akhirnya mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.

Dengan memanfaatkan suasana kelompok yang akan diperoleh melalui konseling kelompok siswa akan lebih aktif dan terbuka dalam menyampaikan masalah, sehingga dapat mempermudah dalam menggali dan mencari solusi dari penyebab masalah yang dialami oleh siswa.

Dalam hubungan ini Prayitno (1995: 23), menyatakan bahwa: Konseling kelompok adalah upaya memberikan bantuan kepada siswa dengan memanfaatkan dinamika di dalam kelompok tersebut.

Di dalam konseling kelompok adanya interaksi timbal balik yang merupakan dinamika dari kehidupan kelompok yang akan membawakan kemanfaatan bagi para anggotanya. Setiap anggota kelompok dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan, dan berbagai reaksi dari anggota kelompok yang bersangkutan. Seperti di SMPN 1 Gubug, Grobogan. (ump1/zal)

Guru SMPN 1 Gubug, Grobogan


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya