RADARSEMARANG.COM, Proses pembelajaran yang terjadi dan telah diikuti oleh siswa di madrasah tidak akan pernah lepas dari peraturan. Ketaatan atau kepatuhan siswa dalam mengikuti aturan yang berlaku di madrasah dinamakan kedisiplinan siswa. Sedangkan yang disebut disiplin madrasah meliputi tata tertib, peraturan, dan segala ketentuan lain yang berusaha dalam mengatur perilaku siswa.
Peran guru dalam aktivitas pembelajaran tidak hanya sebagai pendidik, namun juga memberikan bimbingan pada siswa. Bimbingan dan konseling di madrasah perannya sangat penting. Untuk menemukan kepribadian. Yakni para siswa mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan menerimanya untuk modal perkembangan diri lebih lanjut.
Layanan bimbingan dan konseling di madrasah merupakan kegiatan yang sistematis, terarah, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, tetap memperhatikan karakteristik tujuan dalam pendidikan, kurikulum madrasah, dan para siswanya.
“Disiplin berasal dari kata “disciple” yang mempunyai maksud yaitu seseorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin.” (E.B.Hurlock,1992:82).
Kedisiplinan berasal dari kata dasar disiplin dan mendapat imbuhan ke-an yang berarti latihan batin dan watak dengan maksud perbuatannya selalu menaati tata tertib. Arti ke-an adalah hal atau sesuatu. Dengan demikian kedisiplinan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan latihan dan watak dengan maksud supaya perbuatannya selalu menaati tata tertib (Purwadarminta,1993:254).
Melalui disiplin akan timbul kesadaran untuk mematuhi peraturan di madrasah dan norma sosial. Namun, pengawasan terhadap pelaksanaan terhadap disiplin tersebut harus dilakukan. Peran guru bimbingan konseling sangat diperlukan dalam membangun kedisiplinan para siswanya. Kesuksesan dalam membentuk kedisiplinan siswa maka diperlukan tenaga pendidik yang profesional dan berpengalaman.
Thantawy R (1995:27) mengatakan tenaga kependidikan bimbingan konseling di SLTP (sekolah lanjutan tingkat pertama) dan SLTA (sekolah lanjutan tingkat atas) mempunyai tugas pemberian layanan bimbingan konseling yang baik kepada siswa bermasalah maupun tidak bermasalah.
Sofyan Willis (2004:6) menyebutkan bimbingan konseling merupakan pembimbing yang spesialis dan telah terlatih serta terbukti mempunyai ijazah minimal S1. Menurut Nelson-Jones (1997), yang telah dikutip kembali oleh S.P. Sukartini (2011:18), “Seorang konselor tidak dilahirkan bukan hanya karena pendidikan dan juga latihan profesionalnya semata-mata. Konselor berkembang melalui proses yang panjang dimulai dari pembelajaran teori dan latihan serta usaha belajar dari pengalaman praktik konseling.”
Fungsi bimbingan konseling sebagai berikut: pertama fungsi pemahaman. Fungsi ini akan menciptakan pemahaman tentang sesuatu tertentu sesuai dengan kepentingan siswa. Kedua fungsi pencegahan, dilaksanakan agar dapat mencegah siswa dari permasalahan yang mungkin muncul, menimbulkan kesulitan atau kerugian dalam proses perkembangannya.
Ketiga fungsi pengentasan. Fungsi ini berusaha membantu siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Keempat, fungsi pemeliharaan dan pengembangan, bertujuan menghasilkan terpeliharanya dan perkembangannya pada potensi dalam rangka mengembangkan potensi terarah, dan berkelanjutan pada siswa. Kelima, fungsi advokasi. Menghasilkan pembelaan terhadap siswa dalam rangka upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal.
Prinsip bimbingan dan konseling, ditujukan pada siswa, membantu perkembangan siswa, merupakan proses layanan bantuan pada siswa, menekan pada perkembangan potensi siswa. Guru merupakan co-fungsionaris dalam bimbingan. Konselor merupakan co-fungsionaris utama dalam bimbingan, administrator merupakan co-fungsionaris dalam kelancaran proses bimbingan.
Implementasinya dalam berbagai konsep bimbingan diperlukan program yang harus terkoordinasi dengan melibatkan guru konselor dan administrator. Bimbingan perkembangan bertujuan untuk memahami dan mengembangkan potensi diri sendiri.
Bimbingan perkembangan berorientasi pada tujuan, memusat pada pengambilan keputusan. Bimbingan perkembangan difokuskan pada proses pemberian dukungan peraturan kelas secara tertulis akan lebih efektif. Karena siswa akan dengan mudah melihat peraturan-peraturan tersebut.
Hal ini karena kemampuan ingatan siswa akan lebih baik jika dituangkan dalam bentuk tulisan dibandingkan hanya dilisankan. Dengan peraturan kelas tertulis akan selalu melihat dan mengingat peraturan tersebut, sehingga ketaatan terhadap peraturan akan lebih tinggi.
Berbeda dengan peraturan kelas yang hanya dilisankan, daya ingat siswa yang terbatas berpotensi lupa pada peraturan lebih besar, yang berdampak pada tingkat ketaatan pada peraturan rendah. (mn2/lis)
Guru Bimbingan Konseling MTs Negeri 5 Magelang