28 C
Semarang
Wednesday, 16 April 2025

Pendidikan Karakter Fondasi Pendidikan Sekolah Dasar

Oleh : Siswanto, S.Pd.SD

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Karakter adalah suatu pembawaan individu berupa sifat, kepribadian, watak serta tingkah laku yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan potensi dasar seorang anak agar berhati baik, berperilaku baik, serta berpikiran yang baik, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bekerja sama atau bergotong-royong. Penguatan pendidikan karakter dicanangkan oleh pemerintah sebagai upaya mewujudkan generasi emas 2045 yang berakal cerdas, berkarakter, berdaya saing, serta berjiwa Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Namun masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk memastikan agar proses pembudayaan nilai-nilai karakter berjalan dan berkesinambungan. Karakter yang bekualitas perlu diajarkan sejak anak usia dini, khususnya anak usia SD.

Beberapa karakter yang perlu ditanamkan pada anak yaitu nilai norma dan moral seperti jujur, disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif, hormat pada orang lain, tanggung jawab, cinta tanah air, kepemimpinan dan keadilan.

Anak sekolah dasar (SD) adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua.
Pembentukan karakter siswa SD harus dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak. Dilakukan menggunakan keteladanan.

Keteladanan dalam dunia pendidikan sering melekat pada seorang guru sebagai pendidik. Keteladanan dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai perilaku dan sikap guru dan tenaga pendidik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah yang dijadikan contoh oleh siswanya (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).

Bila dilihat dari sudut pandang psikologi perkembangan, tentu saja karakter yang terbentuk bukanlah sesuatu yang tiba-tiba ada, namun merupakan hasil dari proses perjalanan hidup anak yang terbentuk dari kematangan biologis maupun perkembangan psikologisnya. Kematangan mengacu pada perubahan-perubahan yang terjadi secara alamiah dan spontan.

Sementara itu, perubahan yang terkait perkembangan psikologis terkait dengan pengalaman belajar yang didapatkan dari lingkungan sekitarnya. Maka, satu hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana proses pendidikan dan pengasuhan yang didapatkan anak, sehingga membentuk pengalaman belajar yang bermakna bagi dirinya.

Karakter siswa SD bisa dibangun melalui berbagai macam cara dalam pembelajaran dengan melatih siswa konsisten dalam berpikir, memakai istilah, dalam perhitungan, dan konsisten dalam menerapkan kesepakatan-kesepakatan. Cara lain juga dapat dilakukan dengan melatih siswa disiplin dalam menggunakan waktu.

Toleransi dengan menghormati pendapat orang lain dalam pembelajaran. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat terjadi dalam interaksi siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru baik secara diskusi kelas, maupun diskusi kelompok.

Pendidikan karakter bertujuan menambah mutu penyelenggaraan dan hasil edukasi di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan sebanding sesuai standar kompetensi kelulusan.

Melalui edukasi karakter, peserta didik dapat secara berdikari meningkatkan dan memakai pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sampai terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Budaya sekolah adalah ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah itu di mata masyarakat luas. Tujuan mulia karakter ini akan dominan langsung pada prestasi anak didik.

Sebuah kitab yang berjudul Emotional Intelligence and School Succes (Joseph Zink dkk., 2001) mengompilasikan sekian banyak hasil riset tentang pengaruh positif kepintaran emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Terdapat sederet faktor penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor risiko yang dilafalkan ternyata bukan terletak pada kepintaran otak, namun pada karakter.

Yakni rasa percaya diri, keterampilan bekerja sama, keterampilan bergaul, keterampilan berkonsentrasi, rasa empati, dan keterampilan berkomunikasi. Hal tersebut cocok dengan pendapat Daniel Goleman mengenai keberhasilan seseorang di masyarakat. Menurutnya 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat diprovokasi oleh kepintaran emosi, dan 20 persen ditentukan oleh kepintaran otak (IQ). (ms2/lis)

Kepala SDN Paremono 3, Tegalrejo, Kabupaten Magelang


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya