RADARSEMARANG.COM, AKSARA Jawa merupakan salah satu materi yang ada dalam pelajaran Bahasa Jawa. Pada tiap jenjang pendidikan, materi tersebut selalu dipelajari namun sebagian besar siswa masih menganggap bahwa menghafal aksara Jawa sangat membosankan dan relatif sulit dibandingkan dengan materi lainnya.
Proses menghafal diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan serius untuk dapat mencapai target tertentu. Menurut Kuswanta (2012:115) bahwa menghafal adalah mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan dan tersimpan di memori jangka panjang.
Proses menghafal akan lebih baik jika dibarengi dengan rasa gembira, karena kegembiraan saat belajar dapat menjadi motivasi dalam mengatasi ketidakmampuan. Sebaliknya bahwa perasaan ketidakmampuan siswa dalam menghafal juga sering menjadi beban yang pada ujungnya akan mengakibatkan rasa bosan, kurangnya kegembiraan, dan kurangnya minat dalam belajar.
Menghadapi fenomena tersebut, guru yang kreatif harus mampu memilih media yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan hasil yang diharapkan. Media kartu aksara Jawa menjadi alternatif solusi dalam pembelajaran menghafal aksara Jawa.
Kartu aksara Jawa berwujud kertas tebal yang bertuliskan aksara Jawa, dapat berupa aksara nglegena (ha sampai nga), pasangan, sandhangan, aksara murdha, aksara swara, aksara rekan, angka, mandhaswara maupun tandha pangkat. Menurut Dananjaya (2010:108) bahwa kelebihan media kartu adalah dapat mengarahkan perhatian anak pada obyek tertentu.
Penggunaan media kartu dalam pembelajaran Bahasa Jawa pada materi membaca aksara Jawa juga diterapkan di SMP Negeri 2 Kandangan, Temanggung. Pembelajaran diawali dengan membentuk kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa. Setiap kelompok diberikan kartu aksara sesuai aksara yang dipelajari, misal aksara nglegena yang terdiri dari 20 huruf yaitu ha hingga nga.
Terlebih dahulu dalam beberapa waktu yang ditentukan semua siswa dipersilahkan menghafal atau mengingat kembali aksara nglegena bersama anggota kelompoknya. Apabila ada aksara yang belum dimengerti, siswa dapat menanyakan kepada kelompok lain atau kepada guru.
Tibalah dalam permainan, kartu dibagi rata kemudian siswa secara bergantian membuka kartu tersebut sambil menyebutkan nama aksaranya. Jika salah, siswa yang lain atau yang tahu jawabannya berebut untuk mengambil kartu tersebut.
Siswa yang lebih banyak menyebutkan kartunya maka dialah yang menang. Permainan tersebut dapat diulang-ulang hingga beberapa kali atau guru memberikan batas akhir waktu. Siswa yang lebih sering menang dicatat oleh guru sebagai pertimbangan penilaian.
Permainan kartu yang lain yaitu masing-masing kelompok berlomba-lomba memasangkan atau menggandengkan beberapa kartu aksara menjadi susunan kata, kemudian kata-kata yang tersusun tadi dicatat. Setelah waktu yang ditentukan usai, catatan kata tersebut dikumpulkan kepada guru.
Tiap kelompok siap mempresentasikan dihadapan kelompok lain. Secara acak, guru meminta salah satu siswa dalam kelompok untuk menyusun kartu sesuai kata yang dibacakan. Jika jawabannya benar maka kelompok tersebut memperoleh skor 100, jika jawabannya salah maka nilai dihitung dari rata-rata huruf yang benar.
Demikian seterusnya hingga semua siswa mendapat giliran menjawab pertanyaan. Kelompok yang berhasil mengumpulkan skor terbanyak maka menjadi pemenang dan berhak memperoleh reward atau penghargaan sebagai motivasi pembelajaran.
Penggunaan media kartu aksara Jawa kedalam permainan memperlihatkan bahwa siswa merasa gembira dan lebih mudah dalam menghafal aksara Jawa. Hal ini terbukti bahwa diakhir pembelajaran sebagian besar siswa dapat menuliskan kembali aksara nglegena dengan benar.
Selain itu respon siswa disaat pembelajaran menggambarkan swasana ceria penuh dengan kegembiraan. Sedangkan kegembiraan mampu menumbuhkan motivasi dan minat yang berguna dalam menepis ketidakmampuan menuju keberhasilan. (unw2/zal)
Guru SMPN 2 Kandangan, Temanggung