RADARSEMARANG.COM, Semua orang berharap mendapatkan sukses atau kemenangan. Manusia akan hidup dalam dua alam, yaitu dunia dan akhirat. Kemenangan di akhirat dan kemenangan di dunia adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak akan bermakna jika salah satu sisinya hilang.
Bahkan Allah Swt berfirman, “Barang siapa yang buta hatinya di dunia, niscaya di akirat akan lebih buta”.(Q.S.Al-Isra’/17:72). Termasuk juga tentang pernikahan. Materi pernikahan disampaikan di kelas XII semester pertama sangat menarik perhatian siswa kelas XII SMA Negeri 1 Wiradesa. Mengapa? Karena banyak dari para siswa berada dalam keluarga yang cukup rentan menghadapi berbagai permasalahan dalam pernikahan kedua orang tuanya. Hal inilah yang mendorong penulis menggunakan metode problem solving untuk menyampaikan materi pernikahan. Materi pernikahan penulis nilai cukup kontekstual dan menarik untuk digali lebih dalam.
Dalam kehidupan sehari-hari, sebuah pernikahan seringkali dihadapkan dengan masalah. Menurut Abdul Cholil (2021-21) masalah merupakan suatu bagian kecil dari kehidupan. Setiap manusia pasti pernah mempunyai dan juga menghadapi masalah baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari orang lain. Masalah muncul karena adanya kesenjangan. Masalah-masalah yang muncul dalam sebuah pernikahan inilah yang menjadi dasar penggalian masalah dalam metode problem solving.
Sebelum masa pandemi Covid-19 penulis menggunakan model pembelajaran bermain peran (role playing), tentunya dengan model ini siswa antusias dan termotivasi agar dapat memerankan perannya dengan maksimal. Tetapi model pembelajaran ini sangat mustahil untuk diterapkan saat siswa melaksanakan SFH (school from home). Namun penulis bersyukur dengan kebijakan pemerintah di gulirkannya keputusan PTM (pembelajaran tatap muka) bagi sekolah yang memenuhi syarat. Di sinilah penulis tertantang cari solusi model pembelajaran apa yang pas diterapkan untuk materi Pernikahan agar siswa terjaga motivasinya di saat siswa PTM dengan dibatasi waktu.
Penulis akhirnya menggunkanan metode pemecahan masalah (problem solving). Crow dan Crow (Handani, 2011:84) berpendapat bahwa problem solving merupakan langkah untuk mempresentasikan mata pelajaran dengan menotivasi peserta didik untuk dapat menemukan solusi dari suatu masalah agar kompetensi dasar bisa diraih.
Langkah-langkah sederhana yang penulis lakukan dalam pembelajaran sebelumnya guru membagi kelas menjadi tiga kelompok. Langkah selanjutnya menentukan tiga masalah (pernikahan dini, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian), masing-masing kelompok belajar menyelesaikan satu masalah. Siswa diajari untuk bisa memahami mengapa masalah itu muncul dalam kehidupan berumah tangga dan siswa belajar merumuskan masalah, langkah terakhir siswa belajar memutuskan cara menyelesaikan masalah.
Metode ini bisa berjalan lancar dan siswa antusias dalam memaparkan masalah yang di sampaikan sampai dengan mampu memberikan penyelesaian masalah sesuai dengan tingkat penalarannya. Kelebihan problem solving menurut Djamarah (2010:92) di antaranya model ini bisa menjadikan pendidikan yang ada di kelas lebih berguna secara langsung dengan dunia nyata siswa,aktivitas model pembelajaran ini memicu daya pikir siswa menjadi lebih dalam dan luas luas dalam menghadapi masalah dan aktivitas belajar. Siswa juga bisa lebih tertstruktur dan sistematis dalam menghadapisegala permasalahan hidup.
Harapan mempelajari materi pernikahan dengan metode problem solving untuk siswa kelas XII SMA Negeri 1 Wiardesa adalah nantinya agar mereka mampu meraih kesuksesan. Sukses atau kemenangan bukanlah suatu yang tiba-tiba, melainkan sebuah pencapaian yang perlu perencanaan yang matang. Perencanaan yang matang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan informasinya dalam memprediksi masa depan. Sedangkan masa depan tanpa perencanaan dan rida’ Allah Swt adalah sesuatu yang mustahil untuk sukses. Untuk itu kita perlu mengkaji bagaimana harus mengatur diri agar mencapainya. (bk1/lis)
Guru Pendidikan Agama Islam SMAN 1 Wiradesa, Kabupaten Pekalongan