RADARSEMARANG.COM, Pandemi membawa perubahan besar dalam segala aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Sekolah atau madrasah dan pondok pesantren mengharuskan kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring sejak 16 Maret 2020 lalu.
September 2021, seiring situasi kondisi sudah zona cukup aman, diberlakukan pembelajaran tatap muka terbatas (PTM). Peserta didik boleh belajar di sekolah dengan persyaratan dan dibatasi.
Sekolah diperbolehkan membuka kelas dalam kurun waktu dua jam sehari. Dalam dua jam hanya ada dua mata pelajaran. PTMT hakikinya menekankan pembiasaan protokol kesehatan bagi peserta didik. Yang boleh ikut hanya sepertiga dari jumlah anggota kelas.
Adanya keterbatasan tersebut membuat guru harus berinovasi dan dapat memilih model pembelajaran tepat. Guru harus bisa memberikan pengalaman belajar sama baik yang di sekolah maupun yang dari rumah. Untuk itu dipilih model pembelajaran blended learning.
Blended learning merupakan model pembelajaran kombinasi atau campuran. Dimana model pembelajaran dilakukan dengan menggabungkan, mencampurkan, mengkombinasikan model sistem pembelajaran konvensional dengan sistem pembelajaran berbasis digital.
Pembelajaran tatap muka terbatas dalam kelas atau luring serta pembelajaran dalam jaringan tentu memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. PTMT terkendala tempat dan waktu.
Tetapi memiliki keunggulan ketika peserta didik dapat memperoleh reward seketika pembelajaran berlangsung. Sehingga target pencapaian pembelajaran mudah terdeteksi guru dan peserta didik.
Sementara pembelajaran dalam jaringan, tidak terbatas tempat dan waktu. Tapi tidak ada guru yang stand by secara real untuk mendampingi. Peserta didik tidak dapat seketika mendapatkan reward.
Dan ada peluang mengalami salah pengertian dalam memahami konsep. Dengan blended learning dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran saat diberlakukannya PTMT dan PJJ dalam waktu bersamaan.
Pemilihan GCR/Google Class Room dan Google Meet dalam mengaktualisasikan blended learning, dinilai cukup tepat terpilih untuk melaksanakan PTMT dan PJJ. Menurut Suhartono (2016:548) blended learning atau hybrid learning melalui GCR telah terbukti mampu mengakomodasi pembelajaran yang secara intens difasilitasi oleh internet.
Sedangkan blended learning menurut Ramsay (2001:123) syntax atau langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut : Pertama, pencarian informasi secara online maupun offline dengan berdasarkan relevansi, validitas, reliabilitas konten dan kejelasan akademik. Kedua, menemukan, memahami dan mengkonfrontasikan ide atau gagasan.
Ketiga, menginterpretasikan informasi, atau pengetahuan dari berbagai sumber yang telah dicari. Keempat, mengkomunikasikan ide atau gagasan hasil interpretasi menggunakan fasilitas online atau offline. Kelima, mengkonstruksikan pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi dari hasil analisis, diskusi dan penarikan kesimpulan dari informasi yang diperoleh menggunakan fasilitas online dan offline.
Sementara syntax yang nyata dilakukan bersama peserta didik adalah, pertama, dimulai dengan tatap muka ataupun sepenuhnya daring. Kedua, memberi pengarahan kepada peserta didik untuk melakukan pencarian informasi dari berbagai sumber. Ketiga, peserta didik memahami dan menginterpretasikan, mengkomunikasikan dan mengkonstruksikan pengetahuan serta menarik kesimpulan dari berbagai sumber yang telah ditemukan menggunakan fasilitas online dan offline.
Blended learning atau hybrid learning terbantu secara nyata menggunakan GCR dan Google Meet. Peserta didik SMA Negeri 15 Kota Semarang telah melaksanakan PTMT dan PJJ melalui GCR dan GM dengan baik. Kaidah muatan kompetensi dasar dan batasan nilai KKM yang harus dituntaskan, mampu tercapai dengan baik. Dengan melalui pemilihan model pembelajaran blended/hibrid learning, berbasis GCR dan Google Meet. (rn1/fth)
Guru Matematika SMA Negeri 15 Kota Semarang
