25 C
Semarang
Tuesday, 24 December 2024

Matematika Dapat Membentuk Karakter Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Oleh: Dra. Nurul Hidayati

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, BELAJAR adalah proses perubahan tingkah laku secara sadar sebagai akibat dari interaksi antara peserta didik dengan sumber-sumber atau obyek belajar. Baik yang sengaja di rancang ataupun tidak sengaja di rancang namun di manfaatkan.

Proses belajar tidak hanya terjadi karena adanya interaksi antara peserta didik dengan Guru, tetapi dapat pula diperoleh lewat interaksi antara peserta didik dan sumber belajar lainnya.

Pembelajaran matematika, salah satu diantara tujuannya adalah membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama.

Untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah Sering kita dengar pertanyaan anak didik kepada gurunya, belajar matematika itu apakah ada guna dan manfaatnya di dunia kerja?.

Dia membayangkan setelah bekerja di bidang tertentu matematika sudah tidak terpakai lagi. Misal profesi sopir sudah lepas dari matematika, tanpa disadari bahwa sopir itu banyak menggunakan perhitungan.

Untuk melakukan perjalanan sopir selalu memikirkan jarak, waktu dan kecepatan, bukankah itu pemikiran yang matematis. Misal lagi seorang pedagang juga dikira terbebas dari matematika. Seorang pedagang yang tidak punya perhitungan yang matang maka akan mengalami kerugian yang sangat besar, harga beli dan jual harus diperhitungkan dengan biaya dan tenaga, angkutan perjalanan dan ongkos lain-lain mengunakan Aritmatika Sosial.

Seorang tukang bangunan sekalipun sarat dengan matematika, bagaimana memasang tiang supaya tegak itu menggunakan proyeksi, mengukur sudut ruangan supaya siku-siku itu menggunakan aturan phytagoras.

Pendek kata hampir setiap pekerjaan yang dilakukan manusia selalu berhubungan dengan matematika walaupun sangat sederhana.

Dalam opesasi aljabar untuk menentukan penyelesaian suatu persamaan harus sesuai dengan persyaratan atau aturan yang telah disepakati. Misal tetukan nilai x yang memenuhi persamaan 2 x – 3 = 6, untuk x anggota bilangan bulat, siswa yang tidak disiplin memperhatikan persyaratan maka jawaban x = 4,5 sudah dianggap benar, padahal 4,5 adalah bilangan pecah yang tidak sesuai dengan pesyaratan yang diharapkan.

Untuk menentukan jawaban x = 4,5 itu cara perhitungannya sangat benar akan tetapi kesepakatan awal tidak mensyaratkan x bilangan pecah maka soal itu tidak ada jawaban atau x = 4,5 merupakan jawaban yang salah. Misal lagi pada matematika dasar, operasi penjumlahan yang dikenalkan pada anak yang baru belajar matematika, sering kali kita lihat ada kesalahan konsep.

Oleh seorang guru anak di berikan gambar buah-buahan dan di suruh menghitung, “ini gambar apa “ Tanya guru, kemudian anak menjawab “ salak “, kembali guru bertanya “ berapa banyaknya “, “ lima “ jawab sang anak, guru kembali menunjukkan gambar buah yang lain, dengan cara pertanyaan yang sama untuk tiga buah jambu lalu siswa disuruh menjumlah banyaknya buah itu.

Di sini sesungguhnya terjadi kesalahan konsep kalau tidak segera di benarkan maka konsep itu akan tertanam di benak anak hingga mempengaruhi cara berpikir matematis anak menjadi tidak disiplin.

Seharusnya buah salak dijumlahkan dengan kelompoknya buah salak dan buah jambu dengan kelompoknya buah jambu, ketika anak belajar lebih lanjut untuk soal 3a + 2b maka anak akan perpikir jika soal itu tidak bisa dijumlahkan karena satuannya berbeda.

Masih banyak contoh soal bahkan hampir setiap persoalan matematika selalu disertai syarat dan aturannya, jika menyalahi maka akan mengalami kesalahan.

Kalau cara berpikir matematika yang penuh dengan kedisiplinan ini di biasakan semenjak kecil maka dalam kehidupan sehari-hari tidak ada orang melakukan kesalahan dengan penuh kesadaran.

Di persimpangan jalan raya, jika lampu merah menyala maka semua kendaraan harus berhenti, walaupun dengan mengurangi kecepatan atau dengan mendorong kendaraannya penuh ke hati-hatian tetep tidak di benarkan untuk melewati jalan itu, jika di langgar akan terkena sangsi atau bisa terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.

Hal ini hanya di patuhi oleh orang-orang yang selalu berpikir matematis yang penuh rasa kedisiplinan yang tinggi. Contoh lain yang sederhana Pada mata pelajaran Matematika Umum SMA Negeri I Cepu, Kabupaten Blora Kelas X Materi Nilai Mutlak, dalam latihan baris berbaris ketika pimpinan barisan memberikan aba-aba berhenti maka semua anggota barisan harus berhenti. Maju satu langkah atau mundur satu langkah. Maka semua anggota harus mengikuti aba-aba tersebut, jika ada anggota yang tidak disiplin serta mengabaikan perintah, satu dua orang tetep berjalan maka rusaklah barisan itu.

Bagi orang dewasa yang mempunyai jabatan dan kekuasaan tidak akan melakukan menyimpangan dari peraturan dan perundangan yang berlaku, tidak ada korupsi, kolosi dan nepotisme, lagi-lagi hanya orang-orang yang mempunyai jiwa disiplin yang biasa melakukan itu semua. Untuk itu pendidikan karakter sangat di butuhkan dan di tanamkan sejak dini pada siswa. (rn1/zal)

Guru SMA Negeri 1 Cepu


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya