29.9 C
Semarang
Sunday, 13 April 2025

Tugas atau Challenge?

Oleh : Muhamad Ali Sodikin, S.Pd

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Sebagai seorang pendidik selain memberikan pembelajaran berupa penyampaian materi melalui aktifitas belajar yang beragam, juga dituntut melakukan penilaian hasil belajar.

Penilaian hasil belajar merupakan proses pengumpulan informasi atau data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar, serta perbaikan hasil belajar peserta didik.

Banyak cara untuk menilai hasil belajar peserta didik. Di antaranya melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ada juga dengan cara penugasan. Bahkan kata-kata tugas dalam pembelajaran jarah jauh (PJJ) ini sangat ngetren.

Bahwa melalui aktivitas belajar dengan memberikan tugas ini merupakan pilihan agar peserta didik “kelihatan” ada aktivitas sekolah meski PJJ. Belum lagi jika jumlah mata pelajaran yang harus dipelajari anak didik tidak sedikit dan semua gurunya juga memberikan tugas rumah.

Teknik penugasan adalah cara yang paling mudah dalam pembelajaran daring. Penulis mencoba menelusuri informasi dari beberapa peserta didik bahkan tidak hanya dari satu sekolah, ketika ditanya bagaimana proses pembelajaran saat daring, peserta didik tersebut kebanyakan menjawab diberi materi berupa lampiran file dalam bentuk modul atau ppt kemudian diberi tugas. Nah, seakan kata-kata tugas ini menjadi momok yang menakutkan bagi peserta didik.

Ketika mendengar kata tugas seakan itu adalah beban bagi bagi yang diberi tugas, dan ketika akan mengerjakan perasaan terpaksa itu ada. Mungkin tidak semua peserta didik merasakan hal yang sama. Kata tugas bagaikan sebuah perintah dari atasan yang harus dikerjakan, belum lagi dikejar-kejar oleh guru untuk segera menyelesaikan tugasnya. Bayangkan jika yang mengejar juga bukan hanya satu guru.

Betapa beban mental peserta didik dimasa pandemi sangat mengkhawatirkan. Tak heran sebuah riset dari Gerakan Sekolah Menyenangkan muncul perasaan yang kebanyakan negatif yang dirasakan oleh peserta didik saat pembelajaran daring.

Berawal dari itulah, terpikirkan untuk mengganti kata tugas ini dengan kata lain, yang dapat dirasakan bukan merupakan sebuah paksaan dari atas k ebawah. Tetapi akan memunculkan kesadaran diri dari peserta didik bahwa ini adalah sebuah kebutuhan atau tantangan yang harus peserta didik selesaikan.

Sebuah tawaran yang dirasa bisa dikerjakan ataupun tidak, semua tergantung keputusan dari peserta didik, dan tugas pendidik adalah menstimulus dengan motivasi dan memfasilitasi agar peserta didik mampu menjawab tantangan yang diberikan sebagai sebuah tahapan prestasi dari kemampuan mereka.

Muncullah kata challenge untuk memberikan aktivitas belajar bagi peserta didik. Dalam challenge selain bersifat mengkonstruksi pengetahuan (project) yang berhubungan dengan tema-tema pelajaran juga bisa berisi aktivitas lain yang mampu memantik kompetensi-kompetensi yang dapat digunakan oleh anak-anak kita menghadapi kehidupan nyata nantinya. Seperti rasa empati, rasa gotong royong, jiwa sosial, keuletan, kegigihan, daya juang, dan lain sebagainya.

Dengan memberikan challenge ini, tingkat partisipasi peserta didik lebih tinggi dari sekedar hanya memberi tugas-tugas. Challenge dikemas secara sistematik dan terencana atau bahkan bisa insidental. Semisal minggu ini ada momen sejarah bagi bangsa Indonesia, atau ada momen bencana, atau momen lain yang berdampak luas.

Hal inilah yang bisa kita gunakan sebagai aktivitas belajar dengan memberikan challenge kepada anak didik kita dengan tema momen tersebut. Bahkan survei kepada peserta didik menunjukkan 70 persen memilih challenge dari pada tugas. (bk1/lis)

Guru SMK Negeri 1 Jambu, Kabupaten Semarang


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya